Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupanya Ini Alasan Anies Tagih Dana Bagi Hasil ke Sri Mulyani

Rupanya Ini Alasan Anies Tagih Dana Bagi Hasil ke Sri Mulyani Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Defisit APBD

Di saat pandemi seperti ini DBH memang amat dibutuhkan oleh Pemprov, pasalnya pendapatan Pemprov pun anjlok diterpa corona. Seperti yang disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, akibat pandemi ini, pendapatan Pemprov DKI diprediksi turun hingga 53% terutama dari sektor pajak karena pelemahan ekonomi.

Pemprov DKI Jakarta pun harus putar otak menata ulang struktur APDD 2020. Awalnya APBD DKI 2020 telah ditetapkan sebesar Rp87,95 triliun kini berubah menjadi hanya Rp44,66 triliun. Terkait DBH 2020 yang diterima Pemprov Jakarta juga bakal merosot karena pendapatan pemerintah pusat turun serta adanya kebijakan untuk menangani Covid-19.

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 tahun 2020 yang mengoreksi pendapatan, maka DBU untuk provinsi juga turun. Untuk DKI, kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, turun dari Rp17 triliun menjadi Rp14 triliun. Astrea pun meminta agar jajaran Pemprov DKI menyesuaikan rancangan APBD 2020 serta 2021 berdasarkan pengurangan ini.

Baca Juga: Data Pusat: Kasus Covid-19 di Ibu Kota Turun, Anies Skeptis

Dari hasil rapat DPRD DKI dengan Pemprov DKI Jakarta pada 5 Mei 2020, disepakati Pemprov akan menghapus anggaran gaji ke-13 dan 14 untuk seluruh aparatur sipil negara (ASN). Tunjangan kinerja daerah (TKD) atau tunjangan penghasilan pegawai (TPP) para pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta juga akan dipangkas 50% mulai Mei 2020 ini. Sebagai catatan kebijakan ini masih harus digodok Pemprov DKI dan akan dituangkan ke dalam Peraturan Gubernur (Pergub).

Pengurangan lainnya dilakukan pada pos belanja barang dan jasa. Semula mencapai Rp23,67 triliun dipotong menjadi Rp11,22 triliun. Pengurangan ini akan berakibat, di antaranya memangkas subsidi untuk PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), PT Mass Rapid Transit (MRT), dan PT Lintas Rel Terpadu (LRT) sebesar 50%.

Artinya, subsidi untuk Transjakarta dari Rp3,29 triliun menjadi Rp1,97 triliun. Sedangkan subsidi MRT merosot dari Rp825 miliar menjadi Rp412,5 miliar. Lalu subsidi LRT menurun dari Rp439,62 miliar menjadi Rp219,81 miliar.

Untuk belanja modal Pemprov juga bakal dicukur dari Rp16,08 triliun menjadi tinggal Rp500 miliar. Sementara belanja lainnya semula dianggarkan Rp28,89 triliun, berubah menjadi Rp4,89 triliun.

DKI Jakarta sebenarnya memiliki APBD terbesar dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. PAD-nya pun selalu yang paling tinggi, seperti terlihat pada grafik Databoks berikut ini.

Mengutip data dari Badan Pusat Statistik menyatakan, produk domestik regional bruto (PDRB) DKI Jakarta dari sisi lapangan usaha pada 2019 mengandalkan tiga sektor. Perdagangan (17,14%), industri (12,21%), dan konstruksi (11,61%).

Ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 berlalu membuat tiga sektor itu diprediksi melambat. Saat ini konsumsi pun melemah karena banyak orang melakukan aktivitas di rumah. Hal tersebut menyebabkan APBD DKI Jakarta pun ikut babak belur.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: