Taper Tantrum adalah sebutan dari efek pengumuman kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) pada tahun 2013. Hal itu langsung memukul kurs sejumlah negara berkembang. Taper tantrum juga disebut demikian karena efek itu langsung muncul walaupun tindakan kebijakan moneter belum dilakukan.
Pengumuman dilakukan oleh Federal Reserve (Fed) tentang pengurangan kebijakan quantitative easing (QE) di masa depan. The Fed mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi laju pembelian obligasi Treasury, untuk mengurangi jumlah uang yang diberikannya ke ekonomi. Taper tantrum pun terjadi akibat meningkatnya imbal hasil obligasi sebagai reaksi atas pengumuman itu.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga, Apple Mantap Terbitkan Obligasi Murah dalam Jangka Waktu . . . .
Dilansir dari Investopedia di Jakarta, Kamis (14/5/2020) sebagai reaksi terhadap krisis keuangan 2008 dan resesi berikutnya, Federal Reserve melaksanakan kebijakan yang dikenal sebagai quantitative easing (QE), yang melibatkan pembelian besar-besaran obligasi dan sekuritas lainnya.
Secara teori, ini meningkatkan likuiditas di sektor keuangan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Stabilisasi sektor keuangan mendorong pemberian pinjaman untuk memungkinkan konsumen membelanjakan serta bisnis untuk berinvestasi.
Secara historis, quantitative easing sebagai kebijakan moneter yang dirancang untuk memasukkan lebih banyak dolar ke dalam sirkulasi ekonomi, telah dianggap hanya dapat digunakan sebagai perbaikan jangka pendek karena bahaya yang dapat timbul dari penurunan nilai dolar yang mengarah ke hiperinflasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: