Tak seperti kota-kota besar lainnya yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menangani pandemi Covid-19 di daerahnya masing-masing, Kota Semarang justru tak pernah mengajukan PSBB sedari awal. Ditegaskan oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, keputusan tak mengajukan PSBB bukan berarti menganggap jika PSBB tak penting.
Namun, Wali Kota Semarang yang akrab disapa Hendi itu mengungkapkan jika ada dua pertimbangan yang diletakkan kala mengambil keputusan, yaitu pertimbangan medis dan ekonomi. Untuk itulah, Pemerintah Kota Semarang kemudian menetapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) dalam mengatasi Covid-19 di Ibu Kota Jawa tengah.
Baca Juga: Pemkot Semarang Tak Ajukan PSBB, Tapi Bansos Jalan Terus
Meski memunculkan pro kontra pada awalnya, pemberlakuan PKM di Kota Semarang rupanya cukup efektif dalam menangani Covid-19. Hal itu dapat terlihat dari grafik Covid-19 di Kota Semarang yang mulai melandai sejak diberlakukannya PKM pada 27 April 2020.
Tercatat hingga hari ke-18 Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Kota Semarang, jumlah positif terkonfirmasi turun lebih dari setengah sebelumnya, yang semula sebanyak 134 pada 26 April 2020 menjadi 55 pada hari Kamis, 14 Mei 2020. Bahkan, angka PDP di Kota Semarang juga turun drastis, dari yang semula sebanyak 267 PDP pada 26 April 2020, menjadi 89 PDP pada Kamis, 14 Mei 2020. Hendi menyebutkan, pada dasarnya penetapan PKM melalui Peraturan Wali Kota Semarang merupakan payung hukum agar dapat lebih menggiatkan patroli di berbagai wilayah.
"Saya menyebutnya sebagai jalan tengah karena di satu sisi ada yang mendesak ingin PSBB, tapi di sisi lain juga ada yang tidak ingin PSBB karena alasan ekonomi," terang Hendi.
"Artinya, ada sebuah keseimbangan antara dua kelompok besar, yang kemudian diterbitkan PKM, dengan dasar kegiatan sesungguhnya adalah patroli yang dilakukan tim satuan wilayah TNI-POLRI dan Pemerintah Kota Semarang," lanjutnya.
Di sisi lain, walau tak menetapkan PSBB, Hendi meyakinkan jika melalui peraturan PKM, TNI-POLRI bersama Pemerintah Kota Semarang juga bekerja keras agar dapat menekan wabah Covid-19. Antara lain caranya dengan menempatkan 8 pos pantau di perbatasan kota, serta 4 pos pantau di tengah kota, untuk mengingatkan masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
"Restoran, PKL, dan sebagainya boleh buka, asal mematuhi SOP kesehatan sampai jam 8 malam. Selepas itu hanya boleh melayani pembeli untuk dibawa pulang sehingga pedagang yang melayani pembeli tidak pakai masker, langsung tempatnya ditutup, yang selepas jam 8 malam melayani pembeli di tempat, juga begitu. Besoknya boleh berjualan lagi, tapi harus sesuai aturan," tegasnya.
Sementara itu, selama pemberlakuan PKM di Kota Semarang, tercatat telah ada 3.872 pengendara yang ditindak karena tidak menjalankan aturan serta protokol kesehatan. Dari jumlah tersebut, ada 2.259 pegendara roda dua dan 1.512 pengendara roda empat yang dibalikkan arah, dikembalikan, serta ditegur untuk menggunakan masker. Di samping itu, tercatat 102 bus juga ditindak karena tidak mematuhui aturan social distancing dan juga protokol kesehatan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum