Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Selamatkan UMKM, Restrukturisasi Kredit Saja Gak Cukup

Selamatkan UMKM, Restrukturisasi Kredit Saja Gak Cukup Perajin membuat kursi berbahan baku rotan di industri rumahan Reka Wahana, Bandung, Jawa Barat, Jumat (10/8). Menurut Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (Himki) industri mebel rotan Indonesia menyumbang 1,7 miliar dollar AS dari perdagangan produk rotan dunia yang mencapai 6,5 miliar dollar AS. | Kredit Foto: Antara/M Ibnu Chazar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Krisis akibat pandemi Covid-19 sangat berbeda dengan krisis 1998 maupun 2008. Saat krisis 1998, sektor UMKM begitu digjaya tak terdampak krisis. Namun, kini krisis Covid-19 telah memukul semua sektor, baik korporasi besar maupun UMKM.

Padahal sejati, UMKM memiliki peran yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya UMKM bisa menciptakan perluasan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga penyediaan jaring pengaman terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk menjalankan kegiatan ekonomi produktif.

Data tahun 2019 sendiri, UMKM memiliki kontributor penting terhadap PDB. Di mana UMKM menyumbang 60% PDB dan berkontribusi 14 persen pada total ekspor nasional. 

Baca Juga: Sst... Ada Subsidi Bunga untuk 60,66 Juta Rekening, Begini Syaratnya

Pemerintah pun tidak tinggal diam, kebijakan relaksasi kredit yang diberikan di tengah pandemi Covid-19 diharapkan bisa membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM sehingga mampu bertahan menghadapi kondisi yang menantang seperti saat ini.

Namun, hingga berapa lama UMKM masih bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19? Hal ini masih menjadi tanda tanya besar. Mengingat tanda-tanda wabah ini berakhir dalam waktu dekat belum terlihat, terlebih vaksin dari virus ini belum ditemukan.

Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto mengatakan, ke depan UMKM membutuhkan modal kerja untuk keberlangsungan usahanya.

"Jika pada krisis sebelumnya 1998 dan 2008, UMKM masih punya daya tahan yang kuat karena pada waktu itu yang terkena adalah sektor korporasi besar. Tapi, sekarang sektor UMKM yang paling terkena," ujarnya dalam diskusi Peran dan Tantangan Perbankan Dalam Mendukung UMKM Tetap Berdaya Tahan di Tengah Pandemi Covid-19 melalui live streaming di Jakarta, Selasa (19/5/2020). 

 

Dari sisi keuangan, lanjut Eko, saat ini UMKM terkena problem cash atau kehabisan uang tunai untuk menutup kebutuhan pribadi. Juga, soal kredit macet. Untuk kredit, pemerintah sudah memberi relaksasi untuk penyelesaain kredit macetnya.

Sebagai catatan, total kredit perbankan terdampak Covid-19 yang telah berhasil direstrukturisasi hingga Minggu (10/5/2020) mencapai Rp336,97 triliun. Jumlah kredit itu berasal dari 3,88 juta debitur. Sebagian besar merupakan kredit UMKM sebesar Rp167,1 triliun dari 3,42 juta debitur.

Senada dengan Eko, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengakui, pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang sangat besar bagi UMKM.

"Laporan OECD ada 43% UMKM berhenti beroperasi karena Covid-19 kalau diasumsikan 40% UMKM berhenti. Ini yang saya kira dampak Covid-19 beda dengan 1998 karena (covid-19) berdampak dari dua sisi, baik supply dan demand. Jadi, sebenarnya kalau mau selesaikan masalah ini yang paling tepat adalah meng-address UMKM," pungkasnya.

Selain memberikan restrukturisasi kredit, ke depan pihaknya mendorong UMKM agar lebih kreatif lagi di kondisi saat ini, salah satunya dengan memanfaatkan e-commerce.

"Dalam penelitian, ada sebagian UMKM yang memanfaatkan peluang dan banting setir seperti menjual kebutuhan pokok, alat kesehatan, APD, dan lain-lain. Kemudian UMKM yang terhubung e-commerce memang meningkat, tapi baru 13% atau baru 8 juta UMKM, yang 87% masih offline, nah ini yang kita ingin percepat agar go online," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Ekonom BNI, Ryan Kiryanto menuturkan, sebetulnya peluang UMKM di tahun ini masih ada untuk bertahan. Hal itu sejalan dengan keluarnya kebijakan pemerintah dan OJK yang memberikan banyak keringanan dan kelonggaran kepada pelaku UMKM, terutama yang terdampak Covid-19.

"Bantuan likuiditas, keringanan pajak, penundaan pembayaran kewajiban kepada bank sesuai dengan POJK 11/2020 pasti bisa meringankan beban keuangan mereka," kata Ryan.

Namun, lanjutnya, ke depan yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah membantu UMKM dengan kondisi normal baru supaya mereka nantinya tidak gagap atau syok ketika terjadi banyak perubahan pasca-Covid-19.

"Pelatihan teknik produksi, marketing dan akuntasi dengan menggunakan perangkat digital harus sudah dikenalkan kepada mereka (UMKM) karena perilaku konsumen berubah dengan adanya situasi normal yang baru (new normal)," jelasnya.

Relaksasi Subsidi Bunga

Kabar gembira kembali muncul buat UMKM, setelah pemerintah berencana memberikan subsidi bunga senilai Rp34,15 triliun untuk mendukung UMKM melalui program stimulus kredit UMKM. Subsidi tersebut rencananya akan diberikan pada 60,66 juta rekening pelaku UMKM.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani saat melakukan konferensi pers mengenai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020. Dirinya menjelaskan, stimulus tersebut dapat dilaksanakan melalui beberapa mekanisme.

Pada mekanisme pertama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan data debitur sebagai dasar pemerintah memberikan subsidi bunga. Setelah itu, sistem menghitung subsidi bunga untuk masing-masing debitur yang disampaikan OJK dan Badan Layanan Umum (BLU).

Baca Juga: Sandiaga: Krisis saat Ini Berbeda dari 1997-1998, UMKM Paling Babak Belur

"Jadi, dengan adanya program ini, yaitu pemberian subsidi bunga dan restruk pinjaman UMKM, maka UMKM akan mendapatkan manfaat dalam bentuk tidak membayar bunga atau kurang pembayaran bunganya dengan anggaran Rp34,15 triliun," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (18/5/2020).

Selanjutnya, tambah Sri Mulyani, bank, BUMN, dan BLU menyampaikan besaran subsidi bunga kepada seluruh debiturnya yang eligible berdasarkan data OJK dan BLU, untuk mendaftar dan memanfaatkan fasilitas subsidi bunga. Selanjutnya, debitur yang telah mendaftar menerima subsidi bunga.

Sri Mulyani menambahkan, dari anggaran tersebut, sebesar Rp27,26 triliun ditempatkan untuk subsidi bunga yang kreditnya diajukan melalui perbankan, BPR, dan perusahaan pembiayaan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: