Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) mengingatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), soal pentingnya transparansi dan perlakuan anti diskriminasi dalam membuat aturan. Kedua lembaga negara tersebut kompak meminta agar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 (Permen KP 12/2020) yang mengatur tentang pengelolaan lobster, kepiting dan ranjungan bisa mengacu pada prinsip tersebut.
Hal ini menanggapi sikap Ombudsman dan sejumlah pihak yang menilai praktik pelaksanaan Permen yang diteken Menteri KKP Edhy Prabowo itu, berpotensi menimbulkan persaingan tak sehat.
“Artinya kalau ada perusahaan bisa memenuhi persyaratan, perusahaan itu harus dapat (izin). Bagaimana metode menentukan pelaku usaha yang bisa mengekspor? itu metodenya harus transparan. Artinya, transparan bisa dicapai oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya, spesifikasi atau aturan itu dibuat tidak untuk satu atau dua pelaku usaha,” jelas Komisioner KPPU Chandra Setiawan, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (11/6/2020).
Baca Juga: Komitmen KKP Majukan Budidaya Lobster Sejalan dengan Pengetatan Ekspor Benih
KPPU menegaskan, suatu peraturan yang diterbitkan, tidak boleh bersifat diskriminatif. Untuk persoalan aturan ekspor, perusahaan atau pelaku usaha, Chandra mengingatkan, harus diberikan kesempatan yang sama dan tidak memprioritaskan atau hanya meguntungkan perusahaan tertentu. Komisi ini juga menyarankan jika ada pelaku usaha yang merasa dirugikan dari suatu peraturan pemerintah, untuk mengadukannya. KPPU memastikan kerahasiaan dan perlindungan pengadu.
Komisinya tidak bisa mencampuri regulasi yang dibuat pemerintah, sepanjang regulasi yang dihasilkan terbukti fair. Namun, yang pasti dijalankan adalah semua regulasi yang mengatur urusan tertentu, seperti ekspor impor, harus bisa dipenuhi perusahaan-perusahaan pada umumnya, bukan dibuat untuk menjegal perusahaan tertentu atau sengaja menguntungkan satu atau dua perusahaan saja.
Senada, Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, aturan yang ditelurkan pemerintah terkait ekspor impor harus dipastikan tidak mengandung unsur monopoli, atau hanya menguntungkan suatu pihak atau perusahaan tertentu.
“Pemerintah tidak boleh melegitimasi yang namanya monopoli. Harus ada rasa keadilan, harus ada persamaan hak daripada pelaku usaha yang memang mampu melakukan ekspor. Kalau monopoli nanti menimbulkan masalah,” tuturnya.
Baca Juga: Upaya Mencegah Kecurangan Ekspor Lobster
Ia pun mewanti agar segala macam kecurangan baik monopoli atau kolusi antar perusahaan yang terafiliasi untuk menguasi pasar ekspor lobster dan benih lobster atau produk perikanan apapun, bisa dicermati dengan hati-hati oleh pemerintah.
Menurut Firman, selama ekspor lobster yang dilakukan berasal dari budidaya, hal tersebut sudah seharusnya didukung, mengingat nilai ekonomisnya yang cukup besar. Tapi, jika ekspor yang dilakukan berrasal dari hasil tanggkapan di laut, hal itu harus dilarang, karena mengancam kelestarian lobster dan benih-benihnya.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Ombudsman Alamsyah Saragih menilai pelaksanaan Permen KKP No 12 Tahun 2020, berisiko tinggi dari sisi akuntabilitas administratifnya. Apalagi, kata dia, ada potensi terjadi kecurangan dalam ekspor tersebut. Ombudsman pun mempertanyakan komitmen Menteri Edhy Prabowo soal transpransi ini.
Ombudsman pun menyarankan agar Permen itu kembali dikaji lebih mendalam. Kementerian KKP, tegasnya, jangan hanya menghitung untunkug rugi saja. "Tidak begitulah caranya mengelola negara," tuturnya.
Dalam pelaksanaan Permen ini, mengemuka kabar ada kewajiban mengekspor melalui perusahaan-perusahaan tertentu yang diduga terafiliasi, dengan tarif pengiriman benur lobster yang tak standar. Pun, ditengarai ada pihak tertentu yang diuntungkan dari ekpor ini, dengan menerapkan tujuan pengiriman semua melalui Singapura.
Ada juga perhitungan pengiriman benur tidak dihitung berdasar standar pengiriman, melainkan ditetapkan Rp2.300 per ekor benur, dan kemudian diturunkan menjadi Rp1.800.
Juga ada kewajiban dari lahan nelayan yang ditentukan. Terhadap kesemua desas-desus ini, Ombudsman menekankan, integritas haruslah diterapkan.
Sebaliknya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto memastikan, pihaknya akan terus mendorong usaha-usaha budidaya dengan diterbitkannya Permen KP 12/2020. Terutama mendorong peningkatan budidaya lobster di daerah.
Terkait ekspor, Slamet mengatakan, KKP terus melakukan monitoring dan evaluasi kepada perusahaan eksportir yang telah mendapatkan izin untuk mengekspor. “Eksportir juga harus memenuhi kuota yang diperbolehkan untuk ekspor dan tidak boleh melebihi jumlah yang dibudidayakan,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri