Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ilmuwan: Butuh Paparan Sinar... selama 30 Menit Bunuh Virus Corona

Ilmuwan: Butuh Paparan Sinar... selama 30 Menit Bunuh Virus Corona Kredit Foto: Reuters/Hannah A Bullock and Azaibi Tamin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sinar ultraviolet yang dihasilkan oleh matahari diyakini dapat membantu membunuh virus corona. Hal tersebut diungkapkan oleh tim astrofisikawan Italia.

Tim tersebut juga mengatakan bahwa dampak wabah Covid-19 di seluruh dunia mungkin dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Seperti halnya bentuk sinar ultraviolet UVA dan UVB yang lebih dikenal, radiasi matahari mengandung UVC, yang memiliki panjang gelombang lebih pendek dan lebih energik yang cukup kuat diyakini dapat memecah bahan genetik dari virus corona. 

Namun, tim peneliti dari Institut Nasional untuk Astrofisika di Roma, yang dipimpin oleh Dr Fabrizio Nicastro, menghitung dosis radiasi UVA dan UVB yang mampu menyebabkan kerusakan yang sama pada virus corona seperti ledakan setara dengan UVC. Mereka kemudian membangun model untuk memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membunuh virus corona di lebih dari 100 negara.

Baca Juga: Kabar Baik Datang, Obat Steroid Murah Disebut Bisa Cegah Kematian Pasien Covid-19

Hasilnya bervariasi, tetapi secara umum, dari Januari hingga April di negara-negara yang berada di 40 hingga 60 derajat di utara jalur khatulistiwa, diperlukan paparan sinar UV selama antara 30 menit hingga 14 jam sehari untuk membunuh 63 persen patogen.

Wilayah itu meliputi banyak daerah seperti China, Italia, Spanyol, Inggris dan Amerika Serikat, kata tim itu dalam sebuah makalah yang diterbitkan di situs pracetak arXiv.org minggu lalu, dan belum ditinjau oleh rekan sejawat.

"Di negara-negara utara wabah berlangsung dengan kecepatan tinggi selama puluhan hari, terlepas dari langkah-langkah menjaga jarak sosial yang diadopsi oleh sebagian besar negara-negara ini," kata para ilmuwan seperti dikutip dari laman Asiaone.

 

Para peneliti kemudian mengalihkan perhatian mereka ke bagian selatan dunia dan menemukan bahwa pada periode yang sama, di daerah antara 40 dan 60 derajat selatan khatulistiwa, dibutuhkan sekitar empat hingga 35 menit sinar matahari untuk membunuh virus.

Daerah ini meliputi Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Chili, Argentina dan Zimbabwe. Yang mana banyak dari pemerintah tersebut memberlakukan tindakan lockdown yang kurang ketat, dan tingkat infeksi relatif rendah. Namun, tidak semua lokasi selatan sama. Misalnya Brasil telah mengalami tingkat infeksi yang tinggi sejak Maret.

"Tetapi epidemi berkembang secara efisien di daerah-daerah di mana paparan inaktivasi virus UVB/A lebih lama dari sekitar 20 menit," kata penelitian itu.

Selain itu, ada tanda-tanda yang muncul bahwa tingkat infeksi di wilayah selatan telah meningkat karena tingkat paparan UV menurun yang disebabkan oleh perubahan musim. "Situasinya hampir terbalik," kata Niscastro.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Global Terus Melonjak, Indonesia di Urutan Berapa?

Profesor Li Ying, seorang astronom di Purple Mountain Observatory di kota Nanjing, China Timur, mengatakan para ilmuwan menghadapi banyak tantangan dalam membangun hubungan yang kuat antara radiasi matahari dan penyebaran Covid-19.

Banyak elemen cuaca, seperti tetesan air di awan yang menyerap atau membelokkan sinar matahari, dapat memengaruhi pemodelan. Ini berarti bahwa tingkat radiasi UV bisa tetap rendah bahkan jika matahari tepat berada di atas suatu wilayah.

"Penyebaran virus dipengaruhi oleh begitu banyak kekuatan.  Aku khawatir sinyal UV, jika itu benar-benar ada, akan tenggelam dalam kebisingan," kata dia.

Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa perubahan aktivitas matahari dalam beberapa bulan terakhir telah mengurangi jumlah radiasi yang masuk ke Bumi, yang mungkin telah berkontribusi pada munculnya dan penyebaran virus. Tetapi Li mengatakan tidak ada bukti yang mendukung spekulasi semacam itu dan ada tanda-tanda lingkaran matahari baru akan segera dimulai, jika belum.

"Kami berharap aktivitas matahari akan mencapai titik tertinggi dalam dua atau tiga tahun," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: