Muda-Mudi Australia: Belajar Bahasa Indonesia Banyak Manfaatnya!
"Salah membedakan "bintang" dan "binatang"
Kirrilly sudah bisa dikatakan fasih berbahasa Indonesia dan itu tidak terlepas dari pengalaman unik yang dialaminya ketika ia tinggal di Indonesia, tujuh tahun yang lalu.
Salah satunya adalah ketika temannya mengucapkan kata dalam Bahasa Indonesia yang salah kepada seorang sopir taksi saat berada di kota Salatiga, provinsi Jawa Tengah.
"Jadi teman saya di taksi di Salatiga, ingin berkata "saya akan bayar, saya akan bayar", tetapi dia berkata "saya bahaya, saya bahaya"," ungkap Kirrilly sambil tertawa.
"Dan dia adalah perempuan kecil dari Australia dan sopirnya sangat bingung dengan bahasanya, tetapi itu adalah pengalaman di Indonesia yang sangat berkesan."
Pengalaman salah mengucapkan kata dalam bahasa Indonesia juga pernah dialami Edwin, yang sebelum tinggal di Indonesia, hanya mengenal bahasa Indonesia dari kelas bahasa di Belanda.
Saat itu, ia juga belum pernah berinteraksi secara langsung dengan warga Indonesia.
"Jadi waktu itu mulai pertama kali ke Indonesia ada program pertukaran dengan Universitas Andalas di Padang pada tahun 1992 bersama mahasiswa lain," kata Edwin.
"Dan salah satu kesalahan yang saya ingat dari dulu adalah "bintang" dan "binatang". Jadi waktu mengobrol dengan orang di sana, mungkin konteksnya tentang musik atau film, tapi mungkin ucapan saya adalah "binatang musik" atau "binatang film"."
Pengalaman unik juga dialami Sam Shlansky, warga Australia, yang belajar bahasa Indonesia dan pernah ke Indonesia.
Sam yang juga aktif dengan organisasi Australia Indonesia Youth Association (AIYA) Victoria atau perkumpulan anak muda Indonesia dan Australia pernah disangka seorang guru saat ia ke Indonesia.
"Ada satu kali saya menjelaskan karir saya di Australia dalam acara pertukaran pemuda Indonesia-Australia dengan Kemenpora. Dan ada yang bertanya "Anda siapa?" dan saya bilang saya adalah facilitator," kata Sam.
"Mereka tidak mengerti apa itu facilitator karena tidak bisa menerjemahkannya dengan lancar, akhirnya saya bilang saya guru. Jadi mereka kira saya guru resmi … dan beberapa guru mau diskusi dengan saya terkait kurikulum."
Walaupun sempat mengalami tantangan ketika belajar Bahasa Indonesia, Sam yang saat ini menjabat sebagai CEO dari Marco Polo Project dan bekerjasama dengan komunitas multikultural di Victoria, menekankan pentingnya kemampuan berbahasa lain, selain Bahasa Inggris.
"Kenapa enggak? … Saya kira mungkin bahasa kedua itu yang paling penting … dari sudut pandang pribadi, lebih benar kalau kita bisa berhubungan dengan budaya dari bahasa kedua."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: