Melihat kejadian ini, sambung Ikhsan, Kementerian Agama tidak ingin dianggap sebagai institusi yang menghambat proses pertumbuhan industri halal yang saat ini sedang didorong oleh Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin melalui Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang telah diperbarui dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) melalui Peraturan Presiden RI No 28 Tahun 2020 untuk memperluas dan memajukan keuangan serta ekonomi syariah dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
"Itulah yang melandasi Kementerian Agama kemudian harus mengembalikan sementara sertifikasi halal kepada MUI dengan sistem pendaftaran yang pararel, artinya BPJPH membuka registrasi online dan LPPOM MUI tetap menjalankan fungsinya mulai proses registrasi sampai dengan penerbitan sertifikat halal," jelasnya.
Ikhsan menilai KMA Nomor 982/2019 ini dapat memulihkan kembali proses sertifikasi halal yang sempat mandek (stagnan) selama bulan September/Oktober/November 2019. Apalagi KMA Nomor 982/2019 pada dasarnya merupakan pemberian kewenangan kepada MUI untuk menyelenggarakan sertifikasi halal.
Dengan demikian, BPJPH diharapkan dapat menjalankan fungsi-fungsi penting dalam proses sertifikasi halal seperti proses pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), proses pembentukan penyelia halal, proses pembentukan auditor halal, proses akreditasi dan pengakuan lembaga sertifikasi halal luar negeri.
"Keempat instrumen itu penting dalam penyelenggaraan sertifikasi halal," tandasnya.
Ikhsan mengungkapkan adanya KMA Nomor 982/2019 belum tentu BPJPH mampu menyelenggarakan proses registrasi dan sertifikasi halal. Oleh karena itu, BPJPH harus menginstropeksi diri dengan membangun kemampuan menata infrastruktur dan organisasi bukan selalu berhadap-hadapan dengan MUI-LPPOM MUI. Padahal, saat ini dunia internasional telah menjadikan MUI sebagai kiblat dari sertifikasi halal.
Setidaknya ada 45 lembaga sertifikasi halal asing yang berkiblat ke MUI di antaranya Asia Pasifik dari China, Korea Selatan, Taiwan, Sri Lanka, India, Thailand, Jepang, Selandia Baru, dan Australia. Kemudian Eropa seperti Belanda, Belgia, Perancis, Norwegia, dan Finlandia. Amerika dan negara-negara Amerika Latin serta beberapa negara di Afrika. Empat puluh lima Lembaga Sertifikasi Halal Asing dari 26 negara itu selalu ingin mendapatkan pengakuan atau recognition dari MUI.
"Artinya, Indonesia bisa menjadi negara utama rujukan negara internasional dalam standar halal di dunia," paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: