Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

5 Fakta AI yang Buat Perusahaan Ogah Pakai

5 Fakta AI yang Buat Perusahaan Ogah Pakai Kredit Foto: Pixabay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Banyak pihak mulai dari organisasi, lembaga, hinga korporasi meyakini kemampuan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat mempermudah pekerjaan. Namun demikian, masih banyak pihak yang belum menggunakan teknologi tersebut karena sejumlah alasan.

Mengutip zdnet, sebuah perusahaan konsultan Booz Allen Hamilton, perusahaan yang telah membantu Angkatan Darat AS menggunakan AI untuk pemeliharaan prediktif, mengungkap, setidaknya ada lima fakta yang menjadi alasan terbesar adopsi AI belum maksimal di sejumlah organisasi.

Baca Juga: Wow! Speaker Pintar Buatan Anak Negeri Ini Mampu Kembangkan Kecerdasan Buatan

Pertama, tata kelola AI dan etika. Tata kelola AI atau ketiadaan, seperti halnya teknologi yang kuat, AI membutuhkan struktur dalam implementasinya, yang harus mengatur kemampuannya, dan prinsip-prinsip etika. Sebagai contoh, model yang secara tidak sengaja menghasilkan hasil diskriminatif karena data yang mendasarinya condong ke segmen tertentu dari populasi.

Kedua, budaya dan bakat. Meskipun AI bisa menjadi pengembangan teknologi paling transformatif sepanjang hidup kita, pendekatan metodis untuk implementasi dan adopsi sangat penting. Ini dimulai dengan menyiapkan organisasi dari sudut pandang budaya, memungkinkan adopsi melalui pendidikan yang efektif tentang teknologi (karenanya, memercayainya) dan menawarkan pelatihan teknis yang diperlukan.

Ketiga, keamanan data. Data dan sistem yang dioperasikan oleh AI harus dilindungi dari gangguan yang tidak disengaja dan jahat. Ada aktor jahat yang berusaha mengubah hasil AI dengan "meracuni" data yang mendasarinya. Contoh yang umum adalah beberapa keran yang menipu mobil otonom untuk melihat tanda jalan batas kecepatan sebagai tanda "Stop". Saat ini, AI masih rentan terhadap serangan permusuhan di mana ia dapat "diakali" dan kemampuan analitisnya dimanfaatkan secara jahat.

Keempat, transparansi. Karena AI masih berkembang dari awal, pengguna akhir yang berbeda mungkin memiliki pemahaman yang sangat berbeda tentang kemampuannya saat ini, penggunaan terbaik, dan bahkan cara kerjanya. Ini berkontribusi pada blackbox seputar pengambilan keputusan AI. Untuk mendapatkan transparansi tentang bagaimana model AI mencapai hasil akhir, perlu dibuat langkah-langkah yang mendokumentasikan proses pengambilan keputusan AI. Pada tahap awal AI, transparansi sangat penting untuk membangun kepercayaan dan adopsi.

Kelima, kesiapan data dan infrastruktur. AI sering mengandalkan volume besar data historis dan matematika canggih. Sebelum proyek AI dapat dilaksanakan, organisasi harus mencapai tingkat kesiapan data dan infrastruktur tertentu. Hambatan umum termasuk kekurangan data dan sumber data yang berbeda, kurangnya infrastruktur teknologi, pengujian inefisiensi, dan masalah kolaborasi.

AI membutuhkan infrastruktur yang kuat sebagai fondasinya, termasuk sistem komputasi berperforma tinggi dan terukur, sistem penyimpanan volume tinggi, dan arsitektur GPU. Proses pengembangan, penyebaran, dan pemantauan model yang efektif di lingkungan produksi memakan waktu dan banyak organisasi tidak tahu bagaimana cara mengoperasikan platform data mereka pada skala perusahaan.

Dengan berbagai fakta tersebut, akankah organisasi atau perusahaan mengadopsi AI dalam pekerjaannya? Masih menurut Booz Allen Hamilton, ada tanda-tanda positif bahwa sektor swasta siap merangkul AI dan dalam banyak kasus sudah ada yang menggunakan. Karena sektor publik dan swasta menavigasi tantangan yang diharapkan dalam perjalanan ini, mereka berharap karena sejarah menunjukkan kepada bahwa transformasi teknologi lebih merupakan pertanyaan atau kapan daripada jika.

"AI telah menarik banyak pemimpin baik di bidang teknologi maupun yang berdekatan, menciptakan diskusi yang kuat dan perlu tentang bagaimana kita membangun dan menyebarkan AI," ujar Booz Allen.

Booz Allen, misalnya, telah bekerja untuk menghilangkan mitos AI untuk sektor publik, bekerja sama untuk membawa pelatihan pembelajaran mendalam NVIDIA ke sektor federal. Bersama-sama, Booz Allen mengaku telah melatih orang-orang dari lebih dari 15 organisasi pemerintah hanya dalam setahun terakhir. Buktinya, AI telah memainkan peran penting dalam memerangi kejahatan dunia maya dan membantu mempercepat respons global terhadap pandemi Covid-19.

"Penting untuk diingat bahwa AI pada akhirnya adalah enabler yang akan membantu manusia mengatasi tantangan yang tampaknya kompleks," tandas Booz Allen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: