Rencana Presiden Joko Widodo mau membubarkan 18 lembaga atau badan atau komisi negara sebenarnya bukan hal baru. Karena, Jokowi pernah menyampaikan hal ini ketika debat kampanye Pemilu Presiden 2019.
Lalu, apakah Jokowi menepati janjinya untuk melakukan reposisi terhadap lembaga atau badan negara?
Pengamat politik, Ray Rangkuti mengatakan rencana pembubaran lembaga atau badan atau komisi negara oleh Presiden Jokowi sebenarnya bukan kabar yang baru. Sebab, kata dia, Jokowi pernah mengatakan saat debat akan melakukan reposisi terhadap lembaga-lembaga negara.
"Kalau sekarang beliau ungkap kembali, saya kira bukan karena kebutuhan efisiensi. Tapi, juga kebutuhan melunasi janji politik dan efisiensi dalam kelembagaan negara kita," kata Ray di Jakarta, belum lama ini.
Baca Juga: Jokowi Mau Bubarkan 18 Lembaga, Reaksi PKS Adem
Hal terpenting, kata Ray, bukan soal likuidasinya tapi lembaga mana saja yang bakal dilikuidasi oleh Presiden Jokowi. Karena, jangan sampai lembaga atau badan atau komisi negara yang dibutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat justru dilikuidasi oleh Presiden Jokowi.
"Misalnya, lembaga kinerjanya baik dan segala macam tanpa sebuah penjelasan yang jernih atau rasional. Jadi bukan bicara aspek likuidasinya, tapi lembaga mana yang akan dilikuidasi oleh Presiden. Karena, boleh jadi secara subjektif Presiden Jokowi menganggap tidak penting tapi dari publik itu lembaga sangat dibutuhkan. Intinya, jangan sampai likuidasi ini dalam rangka menjauhkan kritik publik terhadap Presiden," ujarnya.
Namun demikian, Ray mengaku setuju dengan wacana Presiden Jokowi mau merampingkan lembaga atau badan negara mengingat sudah banyak sekali lembaga atau badan negara. Alasannya karena perkembangan undang-undang dan perkembangan situasi sebetulnya banyak lembaga yang dibuat dulu sudah tidak relevan.
Contohnya, kata dia, lembaga-lembaga yang mengatur tentang kepegawaian negara itu sekarang sudah punya undang-undang yang solid mengatur soal kepegawaian negara seperti UU ASN. Kemudian, ada lembaganya sendiri yang mengatur yakni Ombudsman dibentuk UU.
"Saya tidak tahu persis mana kira-kira yang akan menjadi prioritas Presiden. Setidaknya, karena ada badan baru di bawah UU, perkembangan dan situasi sehingga badan itu sudah kurang relevan, serta mungkin kinerjanya yang dianggap tidak cukup memadai. Itu kriteria-kriteria yang memungkinkan kita apakah dari sekian banyak lembaga sekarang ini, mana kira-kira yang layak dan patut diluikidasi," ujarnya.
Diketahui, Jokowi pernah mengklaim telah membubarkan 23 lembaga negara sebagai konsekuensi dari penyederhanaan birokrasi dalam pemerintahan periode pertama 2014-2019. Pembubaran lembaga ini untuk merampingkan birokrasi sehingga pelayanan terhadap masyarakat lebih cepat, lincah dan tidak berbelit-belit.
Dalam kurun waktu 2014-2017, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah membubarkan 23 lembaga nonstruktural (LNS) berupa badan maupun komisi. Pembubaran itu tercantum di antaranya dalam Perpres No 176 Tahun 2014.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menaksir dampak dari pembubaran itu, negara menghemat anggaran hingga Rp25,34 triliun. Di antara 23 lembaga yang dibubarkan adalah Perpres No 176 Tahun 2014, terdiri dari Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI, Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Nasional, Komite Antar Departemen Bidang Kehutanan.
Selanjutnya, Badan Pengembangan Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu, Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia, dan Dewan Gula Indonesia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menjelaskan perampingan lembaga dan komisi negara itu dalam rangka menekan biaya yang dikeluarkan. Menurut dia, semakin ramping organisasi maka anggaran juga bisa dikembalikan. Dengan begitu, beban anggarannya bisa dialihkan ke kementerian terkait.
"Kalau pun bisa kembalikan ke menteri kementerian, ke dirjen, direktorat, direktur, kenapa kita harus pakai badan-badan itu lagi, komisi-komisi itu lagi," kata Jokowi.
Jokowi mengibaratkan, negara ini adalah sebuah kapal. Dengan struktur yang lebih sederhana, maka kapal itu geraknya menjadi lebih cepat. Ini juga yang kerap dilontarkan Jokowi, mengenai kecepatan dalam bertindak apalagi di tengah-tengah pandemi COVID-19 saat ini.
"Saya ingin kapal itu sesimpel mungkin sehingga bergeraknya menjadi cepat. Organisasi ke depan kira-kira seperti itu," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: