Kementerian Perdagangan terus bekerja mendorong makin terbukanya kesempatan dagang di mancanegara. Langkah itu dilakukan dengan rutin melakukan temu bisnis (business matching) secara daring.
Misal, Indonesian Trade Promotion Center Los Angeles (ITPC LA) bekerja sama dengan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (BBPPEI) menggelar rangkaian temu bisnis (business matching) yang digelar pada 14 Juli lalu untuk sektor makanan dan minuman, 17 Juli untuk sektor furnitur, serta pada 21 Juli untuk fashion dan pakaian jadi. Pada 15 Juli lalu, ITPC LA juga bekerja sama dengan dengan KJRI San Francisco, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Pemerintah Daerah Jawa Timur menggelar acara serupa untuk sektor makanan minuman, furnitur, dan fashion.
Baca Juga: Kemendag Gencarkan Perjanjian Perdagangan Biar Terus Surplus
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan, kegiatan temu bisnis virtual ini merupakan langkah kreatif Kemendag dalam mendorong kinerja ekspor industri makanan dan minuman di pasar internasional. Juga merupakan dukungan nyata Kemendag terhadap sektor UKM agar makin mampu bersaing. Langkah ini berbuah positif; para importir tertarik atas beberapa produk UKM Indonesia.
Untuk diketahui, tren ekspor mamin Indonesia ke Amerika selama lima tahun terakhir (2015-2019) tercatat positif sebesar 7,15%. Produk ekspor makanan dan minuman terbesar Indonesia ke negara itu adalah makanan laut, buah-buahan, makanan ringan, dan gula.
Berdasarkan data BPS yang diolah Kementerian Perdagangan, total perdagangan Indonesia-Amerika Serikat periode Januari-Mei 2020 tercatat sebesar US$10,7 miliar dengan surplus bagi Indonesia sebesar US$3,70 miliar. Sementara pada 2019, total perdagangan kedua negara mencapai US$27,11 miliar dengan surplus bagi Indonesia sebesar US$8,58 miliar.
Khusus untuk ekspor makanan dan minuman Indonesia ke AS, pada periode Januari-April 2020 mencapai US$293,63 juta. Nilai ini tumbuh 29,69 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Sementara, ekspor makanan dan minuman Indonesia ke Amerika pada 2019 tercatat sebesar US$730,4 juta.
Menteri Agus menambahkan, produk makanan dan minuman Indonesia menjadi salah satu sektor yang mampu bergerak positif selama pandemi Covid-19. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai ekspor pangan olahan Indonesia sebesar 7,9 persen pada periode Januari-April 2020 atau sebesar US$1,33 miliar.
Agus menjelaskan, Kemendag menyusun strategi peningkatan daya saing produk makanan minuman dan kuliner Indonesia. Strategi itu antara lain: Pertama, menentukan fokus pasar dan produk ekspor khusus untuk produk makanan minuman berbahan baku alami, organik, specialty, dan bumbu olahan sebagai bahan baku kuliner Indonesia.
Kedua, meningkatkan daya saing produk, sumber daya manusia, dan UKM ekspor. Ketiga, meningkatkan penetrasi pasar. Keempat, memperkuat peran perwakilan perdagangan di luar negeri. Kelima, melakukan relaksasi ekspor dan impor untuk tujuan ekspor. Keenam, pengembangan SDM ekspor di antaranya melalui webinar, pelatihan ekspor, dan program pendampingan ekspor selama pandemi.
Untuk diketahui, pada 2019, ekspor makanan minuman Indonesia tercatat senilai US$4,15 miliar atau naik 3,54 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya. Tren ekspor pangan olahan Indonesia lima tahun terakhir (2015-2019) tercatat sebesar 8,99 persen. Kontribusi industri makanan minuman Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas adalah sebesar 36,40 persen. Pada kuartal pertama 2020, kontribusi mamin Indonesia terhadap PDB nasional mencapai 19,98 persen.
Agus menyebut, Kemendag melalui Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) juga terus membuka pasar baru dan menawarkan produk unggulan antara lain kopi, teh, minuman jahe, bumbu masak, berbagai saus siap pakai, rempah-rempah, makanan laut, keripik, mi instan, sarang burung walet, serta produk berbahan baku gula (confectionery products) ke sejumlah negara potensial, seperti Kanada.
Sementara, industri makanan dan minuman olahan menghadapi tantangan ekspor yang cukup berat karena pandemi juga menyebabkan pembatasan sosial. Meski begitu, hal itu tidak menyurutkan semangat ekspor produk makanan dan minuman olahan Indonesia. Agus yakin produk ini tetap dibutuhkan pasar dunia.
"Kemendag mendorong pengembangan ekspor produk ini untuk mengawal kinerja ekspor, khususnya di tengah pandemi Covid-19," tegas Agus.
Penyelenggaraan business matching dilaksanakan di beberapa lokasi berbeda yaitu di Kantor ITPC Vancouver Kanada sebagai tempat berkumpulnya para buyer dan di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta serta di kantor eksportir masing-masing.
Rangkaian business matching virtual Indonesia-Kanada dijadwalkan dalam empat gelombang. Pertama, pada Juli ini dengan fokus produk makanan dan minuman olahan. Kedua, pada September 2020 dengan fokus produk alas kaki, fashion, serta tekstil dan produk tekstil.
Ketiga, pada Oktober untuk produk alat-alat kesehatan, obat-obatan termasuk herbal, serta produk kimia dan farmasi. Keempat, pada November 2020 untuk produk mebel termasuk furnitur bongkar-pasang (knock-down furniture), dekorasi rumah, dan perabotan serta peralatan rumah tangga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: