Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jadi Terdakwa, Ex-Karyawan Bank Permata Merasa Dikriminalisasi

Jadi Terdakwa, Ex-Karyawan Bank Permata Merasa Dikriminalisasi Kredit Foto: Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Salah satu mantan karyawan PT Bank Permata Tbk, Ardi Sedaka, telah ditetapkan sebagai satu dari delapan terdakwa dalam perkara tindak pidana perbankan (Tipibank) dengan dakwaan tunggal berdasarkan Surat Dakwaan Pasal 49 Ayat 2b juncto 55 KUHP ayat pasal 64 ayat 1 KUHP. Sebelumnya, Ardi terakhir kali menjadi karyawan Bank Permata dengan menjabat sebagai Client Relationship Head. Melalui kuasa hukumnya, Ardi mengaku keberatan atas status terdakwa yang disandangnya. Hal itu didasarkan pada beberapa kejanggalan yang ditemuinya di sepanjang menjalani proses hukum yang tengah berjalan. “Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat ini sedang menggelar sidang perkara tindak pidana perbankan sebagaimana dimaksud. Namun ternyata terdapat banyak kejanggalan pada berkas perkara penyidikan yang terungkap di persidangan dan cacat formil dari Surat Dakwaan,” ujar Didit Wijayanto Wijaya, salah satu Tim Kuasa Hukum Ardi Sedaka, di Jakarta, Selasa (22/7).

Beberapa kejanggalan tersebut, menurut Didit, diantaranya adalah kejanggalan Berkas Perkara Penyidikan, di mana disebutkan bahwa Saksi Pelapor yakni AKP Karta adalah penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) dengan membuat Laporan Model A, yang artinya laporan tersebut dibuat berdasarkan temuan dari anggota Polri sendiri. Didit menjelaskan, Laporan Model A tersebut ternyata hanya berdasarkan gelar perkara dari Direktorat Tindak Pidana Umum (Tipidum) yang menyidik perkara pembobolan Bank Permata oleh PT Megah Jaya Prima Lestari (MJPL) dengan plafon kredit senilai Rp1,6 triliun dan menyisakan outstanding kredit sekitar Rp750 miliar. Namun dalam laporan tidak dicantumkan siapa Terlapor, dan pasal yang dilaporkan adalah Pasal 49 Ayat 1 dan 2 UU Perbankan, serta Pasal 3,4 dan 5 UU Pencucian Uang, serta hanya berdasarkan asumsi atau indikasi terjadinya tindak pidana. “Padahal Pasal 49 Ayat 1 (a/b/c) dan Ayat 2b merupakan delik formil atau hanya merupakan suatu perbuatan dari pejabat bank saja yang tidak ada dan tidak mungkin dilakukan pencucian uang, yang menunjukkan sudah sangat jelas laporan yang dibuat adalah dipaksakan, rekayasa, dan sangat tidak masuk akal,” tutur Didit.

Selain itu, lanjut Didit, AKP Karta yang menjadi Saksi Pelapor ternyata juga menjadi Penyidik perkara dalam kasus pidana ini. Fakta tersebut tentu menunjukkan adanya praktik abuse of power dalam persidangan perkara pidana yang berbeda beberapa tahun silam. Bahkan dalam perkara pidana lainnya, Mahkamah Agung membebaskan terdakwa karena saksi yang ada hanyalah saksi penangkap dari kepolisian. Selain itu, mengutip hasil persidangan sebelumnya, saksi Adief Razali dari OJK menerangkan bahwa indikasi yang terjadi berdasarkan hasil pemeriksaan tahunan terhadap Bank Permata atas rekening debitur MJPL ini hanya ditemukan indikasi double financing di bank BCA. “Kita dapat kabar juga di Bank Mandiri, namun pada kedua bank tersebut tidak menjadi permasalahan hukum. Mungkin nanti akan direstrukturisasi. Tetapi kenapa di (Bank) Permata kemudia menjadi masalah?” tegas Didit.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Bagikan Artikel: