Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mempertanyakan kapasitas Nadiem Anwar Makarim sebagai Mendikbud (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan). Pertanyaan itu, menurut Retno, terjawab dengan polemik Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud dengan anggaran Rp595 miliar.
"Saya melihat Pak Nadiem habis dipanggil Presiden, Pak Nadiem nyatakan tidak tahu masa lalu. Saya tahu masa depan dan langsung naik Go-Jek. Saya awalnya tidak paham. Sekarang saya paham Pak Nadiem tidak tahu sejarah. Saya rasa beliau harus belajar sejarah," kata Retno di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Memohon-mohon Maaf, Nadiem Minta NU, Muhammadiyah, PGRI...
Retno mengakui digitalisasi dalam semua sektor termasuk pendidikan tak bisa dihindari. Diharapkan, hal tersebut terjawab oleh kaum milenial di mana Nadiem dianggap sebagai wakil dari generasi milenial ini.
"Ternyata Pak Nadiem tidak bisa menjawab," katanya.
Selain itu, Retno khawatir akan ada komersialisasi pendidikan karena konsep merdeka belajar merupakan cikal bakal POP. Dan merdeka belajar, menurutnya, merupakan sebuah merek dagang yang dimiliki sebuah perusahaan yang salah satu petinggi perusahaan tersebut saat ini menjadi pembisik Menteri Nadiem.
Retno menambahkan bahkan keluarga pahlawan Nasional yang meletakkan dasar pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, tidak pernah mengomersialkan konsep pendidikan yang saat ini menjadi dasar dari konsep merdeka belajar.
Ia menyarankan Menteri Nadiem menghentikan program-program yang mengarah pada kapitalisasi pendidikan. Karena pendidikan merupakan hal dasar yang harus dipenuhi oleh negara pada semua rakyatnya, karena hal tersebut sulit dipenuhi bila pendidikan menjadi mahal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo