Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pentingnya Swasta dalam Ekonomi, Sri Mulyani Beri Katalisator

Pentingnya Swasta dalam Ekonomi, Sri Mulyani Beri Katalisator Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, dalam sambutannya di konferensi peluncuran “Social Impact Report 2018-2019” Grab di Jakarta bulan Oktober 2019. | Kredit Foto: Kemenkeu/Faiz
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, sektor swasta memiliki peranan sangat penting dalam pemulihan ekonomi Indonesia. Apabila mereka tidak pulih, sulit rasanya bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit dari tekanan pandemi Covid-19.

Sri mengatakan, belanja pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya berkontribusi 16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, sebagian besar perekonomian didorong oleh swasta dan konsumsi masyarakat.

Baca Juga: Bu Sri Mulyani, Apa Indonesia Bisa Selamat dari Resesi?

"Nggak mungkin ekonomi bangkit tanpa sektor swasta, korporasi, juga bangkit lagi," tuturnya dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (29/7/2020).

Dengan krusialnya sektor swasta, Sri menjelaskan, pemerintah berupaya terus memberikan katalisator. Salah satunya melalui penjaminan kredit modal kerja 60 persen hingga 80 persen terhadap perbankan yang menyalurkan kredit ke dunia usaha, terutama sektor padat karya. Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp10 miliar hingga Rp1 triliun.

Penjaminan dilakukan melalui dua Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan. Mereka adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai penjamin dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai pelaksana dukungan loss limit atas penjaminan pemerintah.

Di sisi lain, pemerintah juga menanggung pembayaran imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp300 miliar. Untuk plafon Rp300 miliar sampai Rp1 triliun, pemerintah menanggung 50 persen. IJP disediakan dalam bentuk subsidi sehingga tidak membebani pelaku usaha.

Skema penjaminan direncanakan berlangsung sampai akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan sampai Rp100 triliun. "Ini adalah fokus untuk menggerakkan ekonomi," kata Sri.

Sebelum menjangkau korporasi, pemerintah sudah terlebih dahulu memberikan penjaminan kredit modal kerja untuk UMKM dengan kredit di bawah Rp10 miliar.

Selain itu, Sri menambahkan, pemerintah juga sudah menempatkan dana Rp30 triliun di Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Rp11 triliun di tujuh Bank Pembangunan Daerah (BPD). Tujuannya, proses penyaluran kredit terus berjalan dan mendukung pemulihan sektor riil tanpa harus membebani perbankan terlalu berat.

Ke depannya, Sri membuka kemungkinan akan adanya instrumen penempatan dana dengan suku bunga murah jilid ketiga. "Ini untuk meyakinkan, amunisi perbankan cukup, likuiditas ada," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: