Andaikan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 16 juta hektare. Apabila perkebunan kelapa sawit tersebut siklusnya 25 tahun, untuk mencapai komposisi usia kebun sawit berada pada posisi normal (sebaran luas kebun sawit menurut usianya berada secara merata), diperlukan luas peremajaan kebun sawit sebanyak 4 persen per tahun atau terdapat potensi peremajaan seluas 640 ribu hektare per tahun.
Let's counting. Dalam catatan Ketua Umum PERHEPI 2000–2003, Agus Pakpahan dan Dirjen Perkebunan 1998–2003 dijelaskan, menurut pengalaman para pengolah pohon sawit tua yang akan diganti dengan tanaman kelapa sawit baru, jumlah nira yang dihasilkan dalam satu hari bisa mencapai antara 20 sampai dengan 30 liter.
Dari nira tersebut bisa didapat gula merah sekitar 4 sampai dengan 5 kg per pohon dalam sehari. Lama periode pemanfaatan pohon kelapa sawit tua tersebut adalah sekitar 30 hari.
Dengan mengasumsikan jumlah sisa pohon kelapa sawit tua yang akan diremajakan 100 pohon per hektare, maka dapat diperkirakan jumlah gula merah yang akan dihasilkan adalah 100 pohon per hektare x (4-5) kg per hari x 30 hari = 12.000 kg - 15.000 kg atau 12 sampai dengan 15 ton gula per hektare atau dalam nilai uang mencapai sekitar Rp150 juta-Rp187,5 juta.
Jadi, dari luas areal peremajaan normal 640 ribu hektare per tahun dapat dihasilkan 7,68 juta sampai dengan 9,60 juta ton gula.
Tidak hanya itu, dalam catatan tersebut juga disebutkan, "sekarang, apabila kita memanfaatkan kondisi kebutuhan peremajaan perkebunan kelapa sawit petani yang mencapai luasan hampir 3 juta hektare, maka potensi gula sawit merah yang akan dihasilkan mencapai 36 juta sampai dengan 45 juta ton."
"Andaikan kebutuhan gula nasional 7 juta ton per tahun dan sudah dipenuhi 2 juta ton dari hasil pemanfaatan perkebunan tebu nasional, maka kekurangannya tinggal 5 juta ton gula saja. Kekurangan gula ini bisa dihasilkan dengan memanfaatkan peremajaan kelapa sawit seluas 417 ribu hektare saja atau hanya seluas kurang-lebih 14 persen saja dari luas perkebunan kelapa sawit milik petani."
Dari sinilah, potensi kebangkitan gula Indonesia nyata terlihat untuk memenuhi kebutuhan domestik dan membuka peluang ekspor. Dari aspek lingkungan, kesempatan konservasi hutan-hutan tropika yang jasanya besar untuk menyelamatkan lingkungan dan dunia dari global warming akan terbuka lebar.
Satu lagi, dengan memaksimalkan potensi di atas, gula merah dari kelapa sawit tersebut dapat menjadi brand country untuk Indonesia di pasar global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: