Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Generasi Lintas Budaya, BPIP, Komunitas Gerakan Scooterist Peduli (GSP) dan Gerakan Keadilan Bangun Solidaritas (Gerak BS) menyalurkan bantuan Program MPR Peduli sebesar Rp 100 juta untuk korban bencana alam Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan.
Musibah banjir bandang pada Senin (13/07/20) tersebut telah menewaskan puluhan warga dan menyebabkan ribuan warga mengungsi sejak pertengahan Juli hingga sekarang.
"Selain bergotong royong memberikan bantuan, kita juga mendesak pemerintah daerah, provinsi hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengusut tuntas penyebab terjadinya banjir bandang tersebut. Karena ada berbagai dugaan, salah satu penyebabnya karena tata kelola lingkungan hidup yang amburadul. Luwu Utara memiliki luas hutan sekitar 750,268 hektar, terbesar di Sulawesi Selatan. Ironis jika sampai terkena banjir bandang, pasti ada sebuah kesalahan dalam mengelola lingkungan," ujar Bamsoet di Jakarta, Sabtu (15/8/20).
Baca Juga: Minta Maaf ke Pimpinan KPK & Garuda, Anak Amien Rais Bilang Gini
Baca Juga: Gaji Ke-13 Belum Cair 100%. Ternyata Gegara Ini Loh!
Mantan Ketua DPR RI ini mengingatkan, alam telah memberikan banyak berkah bagi bangsa Indonesia. Karenanya para pemimpin daerah hingga pusat harus bijak mengatur pengelolaannya. Jangan sampai, karena salah tata kelola, rakyatlah yang menjadi korban.
"Kejadian di Masamba, Luwu Utara menjadi peringatan keras bagi berbagai daerah lain di Indonesia. Eksploitasi berlebihan terhadap alam tak akan mendatangkan kemakmuran, malah mendatangkan kehancuran. Jangan biarkan alam marah karena perilaku kita yang serakah. Karenanya, bersahabat dengan alam adalah keharusan," tandas Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyoroti kajian akademik dari Universitas Hasanudin yang sejak tahun 2019 telah memprediksi potensi bencana alam di Luwu Utara, akibat praktik penebangan hutan dan perluasan lahan perkebunan sawit. Peringatan melalui kajian tersebut seharusnya bisa diantisipasi oleh berbagai pihak, sehingga tidak membuat rakyat menjadi korban.
"Salah satu problem terbesar dalam menjalankan pemerintahan di daerah hingga pusat adalah tak mau mendengar masukan dan kajian dari para ahli. Akibatnya, banyak anak bangsa yang memiliki ilmu pengetahuan tentang kebencanaan malah tak dimanfaatkan. Di luar negeri seperti Jepang dan Amerika, negara yang akrab dengan bencana badai topan misalnya, bisa mengantisipasi sejak setahun sebelumnya karena mereka memanfaatkan para ahli kebencanaan," pungkas Bamsoet.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: