Kisah Perusahaan Raksasa: Amazon, Ritel Daring Bernilai USD1,6 T
Strategi bisnis Amazon sering kali disambut dengan skeptisisme. Jurnalis dan analis keuangan meremehkan perusahaan dengan menyebutnya sebagai bom Amazon.
Namun, Bezos menolak para penentang karena tidak memahami potensi pertumbuhan besar-besaran dari internet. Ia berargumen bahwa untuk sukses sebagai pengecer daring, sebuah perusahaan perlu "Menjadi Besar dengan Cepat," sebuah slogan yang ia cetak di kaus karyawan.
Faktanya, Amazon berkembang pesat. Jumlah pelanggan mencapai 180.000 akun pelanggan pada Desember 1996, setelah tahun pertama beroperasi penuh. Kurang dari setahun kemudian, pada Oktober 1997, ia memiliki 1.000.000 akun pelanggan.
Setelah memiliki label perusahaan publik dengan menjual sahamnya, pendapatan Amazon pun melonjak dari 15,7 dolar AS juta pada tahun 1996 menjadi 148 juta dolar AS pada 1997, diikuti 610 juta dolar AS pada 1998.
Hal unik terjadi pada pesanan kesatu juta pada 1997. Pada momen tersebut, Bezos secara pribadi mengirimkan pesanan Amazon kepada pelanggan di Jepang yang telah membeli Windows NT dan biografi Putri Diana.
Setahun kemudian, Amazon tak cuma menjual buku elektronik. Perusahaan itu mulai menjual CD musik. Pada 1999, Bezos telah menambahkan lebih banyak kategori produk, seperti mainan, elektronik, dan peralatan.
Pada Desember 1999, Amazon telah mengirimkan 20 juta item ke 150 negara di seluruh dunia. Pada bulan yang sama, Bezos dinobatkan sebagai "Person of the Year" versi majalah Time.
Perusahaan berkembang pesat di bidang lain. Program kerja sama yang diusung Amazon membuahkan hasil manis. Dengan cukup membayar komisi, Amazon mengizinkan situs web lain menawarkan barang dagangannya di lapak mereka.
Bermula dari hanya satu laman web pada 1996, Amazon sudah memiliki lebih dari 350.000 laman web rekanan pada 1999. Lapak rekanan kebanyakan menjual buku, sama seperti yang Bezos lakukan pada awal bisnisnya. Namun pada perkembangannya, semua jenis produk sudah ditawarkan di web tersebut.
Pada 1999, Bezos rupanya mulai menjangkau ranah internasional dengan mengakuisisi penjual buku daring di Inggris dan Jerman. Untuk mempertahankan pertumbuhan itu, Amazon membutuhkan lebih dari sekadar investor swasta untuk menanggung ekspansi.
Seperti disebutkan di atas, Bezos mengklaim bahwa Amazon bukanlah pengecer tetapi perusahaan teknologi. Untuk menggarisbawahi intinya, pada 2002 perusahaan meluncurkan Amazon Web Services (AWS), yang pada awalnya menawarkan data tentang pola lalu lintas Internet, popularitas situs Web, dan statistik lainnya untuk pengembang dan pemasar.
Pada 2006, perusahaan memperluas portofolio AWS-nya dengan Elastic Compute Cloud (EC2), yang menyewakan daya pemrosesan komputer dalam peningkatan kecil atau besar. Pada tahun yang sama, Simple Storage Service (S3), yang menyewakan penyimpanan data melalui internet, tersedia.
S3 dan EC2 dengan cepat berhasil dan membantu mempopulerkan gagasan bahwa perusahaan dan individu tidak perlu memiliki sumber daya komputasi; mereka dapat menyewanya sesuai kebutuhan melalui Internet, atau "di cloud".
Misalnya, pada 2007, segera setelah peluncuran, layanan S3 berisi lebih dari 10 miliar objek, atau file; lima tahun kemudian, jumlahnya lebih dari 905 miliar. AWS bahkan digunakan oleh saingan Amazon, seperti Netflix, yang menggunakan S3 dan EC2 untuk layanan streaming video pesaingnya.
Ketika Bezos mendirikan Amazon, strateginya adalah tidak membawa inventaris apa pun. Namun, untuk dapat mengontrol pengiriman barang, pada 1997 perusahaan mulai menyimpan inventaris di gudang. Pada 2000, perusahaan memulai layanan yang memungkinkan perusahaan kecil dan individu menjual produk mereka melalui Amazon.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: