Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kata Sri Mulyani, Dunia Butuh Rp117.600 Triliun Atasi Covid-19

Kata Sri Mulyani, Dunia Butuh Rp117.600 Triliun Atasi Covid-19 Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dunia membutuhkan lebih dari 8 triliun dolar AS atau sekitar Rp117.600 triliun (kurs Rp14.700 per dolar AS) untuk menangani dan mengatasi dampak Covid-19 dari sisi kesehatan, sosial, serta ekonomi. Sri Mulyani menyatakan, jumlah tersebut merupakan delapan kali Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan sekitar 10 persen dari PDB global.

"Dalam hitungan International Monetary Fund (IMF), lebih dari 8 triliun dolar AS adalah sumber daya yang digunakan untuk menangani dan mengatasi Covid-19," kata Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Baca Juga: Tanda-Tanda Resesi dari Sri Mulyani

Ia menuturkan, seluruh negara di dunia terus berusaha mencari titik keseimbangan dalam mengatasi Covid-19, yaitu antara pemulihan di bidang kesehatan maupun ekonomi masyarakat. Hal itu mengingat jumlah kasus Covid-19 yang terus bertambah hingga 23,6 juta orang dengan kematian mencapai lebih dari 814.000 orang dan belum terdapat tanda-tanda akan selesai.

Sementara, jumlah kasus di Indonesia hingga 26 Agustus 2020 telah mencapai 160.165 orang dengan 6.944 orang meninggal dan 37.812 orang masih dirawat. Menurut Sri Mulyani, pandemi Covid-19 merupakan bencana kemanusiaan yang memengaruhi seluruh faktor paling dalam di kehidupan masyarakat mulai dari interaksi secara sosial, politik, kultural, serta ekonomi.

"Jutaan pekerja kehilangan pendapatan atau pekerjaannya dan banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Seluruh dunia melakukan kebijakan countercyclical," ujar Sri Mulyani.

Ia menyebutkan bahwa semua ekonomi negara mengalami tekanan dan banyak yang terkontraksi mencapai dua digit sehingga mereka terus melakukan kebijakan countercyclical. "Indonesia juga mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal kedua 2020, yaitu minus 5,3 persen," ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan, kontraksi yang dialami oleh Indonesia terjadi karena konsumsi masyarakat, investasi, serta kegiatan ekspor dan impor menurun sangat tajam. Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah Indonesia membuat langkah-langkah seperti mengeluarkan UU 2/2020, menaikkan batas defisit menjadi 6,34 persen, dan merevisi anggaran melalui Perpres 72/2020.

Tak hanya itu, pemerintah juga membuat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencakup bidang kesehatan, pemberian bansos, membantu UMKM, mendukung korporasi, dan sektoral maupun perekonomian daerah.

"Kita memahami dalam situasi yang luar biasa, emergency, dan urgensi maka kecepatan menjadi sangat penting, tetapi harus tetap akuntabel," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: