Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebijakan Cukai Harus Perhatikan Dampak Industri Hasil Tembakau

Kebijakan Cukai Harus Perhatikan Dampak Industri Hasil Tembakau Kredit Foto: Dok. Panpel Webinar 'Rasionalitas Target Cukai 2021'
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah memastikan tahun depan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok akan naik sebesar Rp172,8 triliun, naik 4,8 persen dari target tahun ini sebesar Rp164,9 triliun. Kenaikan tarif ini akan diumumkan pada akhir bulan September 2020 nanti. Hal itu masih menjadi polemik lantaran kenaikan tarif CHT sekitar 23 persen tahun 2020, yang ternyata tidak menghasilkan penerimaan yang optimal.

Kenaikan tarif cukai rokok sejalan dengan target penerimaan akhir 2021. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2021, Kemenkeu mematok penerimaan cukai sebesar Rp178,5 triliun. Jumlah tersebut naik 3,6 persen year on year (yoy) dibanding outlook akhir tahun ini yang mencapai Rp172,2 triliun. 

Baca Juga: Pasar Bir Tertekan Covid-19, Produsen Bir: Tarif Cukai Juga Naik!

Baca Juga: Bea Cukai Gorontalo Kawal Ekspor Jagung dan Molase ke Filipina

Terkait hal ini, Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai & Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Sunaryo mengatakan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tahun depan telah mempertimbangkan adanya dampak pandemi COVID-19 dan asumsi makro tahun 2021.

"Tentu asumsi makro akan menjadi pertimbangan dalam pembuatan policy dan penentuan target cukai di tahun 2021," ujarnya dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Rasionalitas Target Cukai 2021' yang digelar Akurat.co, di Jakarta Minggu (30/8/2020). 

Ada empat aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah soal kenaikan cukai hasil tembakau pada 2021. Pertama, hasil survei dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja reksan cukai yang menunjukan secara umum masih memiliki resilience untuk melindungi tenaga kerja (padat karya). Kedua, berdasarkan hasil indepth interview, secara umum kontributor utama mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal cukai.

Kemudian, Ketiga, berdasarkan monitoring HTP, pabrikan belum sepenuhnya melakukan fully shifted/ forward shifting, kondisi saat ini pabrikan masih menalangi (backward shifting). Keempat, titik optimum menjadi penentuan target 2021 yang tidak serta merta penambahan beban berkorelasi positif terhadap sektor penerimaan.

Menurut Sunaryo, dalam prakteknya, performa cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2012 sampai 2018 secara nominal, produksinya terus menurun, prevalensi total Global juga turun, namun penerimaan cukai tercapai dan meningkat secara nominal serta proporsional. Sehingga, kenaikan CHT tidak hanya mempertimbangkan penerimaan negara. Sebab, tidak serta merta penambahan tarif cukai dapat menambah penerimaan.

"Makanya ini tantangan bagi kita ini sendiri untuk membuat solusi. Bagaimana dengan situasi yang seperti ini bisa tumbuh penerimaan cukai tetapi pertimbangannya dari industri dan kesehatan bisa optimum," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: