Ramai Hubungan Ottoman-Nusantara, Sejarawan Turki Bilang...
Kredit Foto: Rawpixel
AA: Tahukah Anda keterangan Anda kepada Prof. Peter Carey sempat viral di Indonesia dan menimbulkan perdebatan?
IHK: Saya tidak terlalu banyak mengikuti perdebatan itu di sana, tetapi ada beberapa sahabat saya di sana memberikan kabar tentang isu itu. Peter Carey mengirim email ke saya saat saya sedang berlibur. Dia menanyakan tiga hal ke saya;
1. Apakah Anda menemukan dokumen abad ke-16 di arsip Utsmani terkait hubungan Kerajaan Mataram dengan Kerajaan Utsmani.
2. Terkait hubungan Kesultanan Demak dengan Utsmani, dan 3. Apakah sultan Utsmani memberikan wewenang perwakilan kekhilafahan kepada sultan Demak. Tentu saja saya waktu itu menjawab “tidak ada” untuk tiga pertanyaan tersebut.
Seperti yang sudah saya katakan, saya belum menemukan dokumen atau sumber yang menunjukkan hubungan seperti itu. Oleh karena itu, apa yang diterangkan oleh Peter Carey sesuai dengan jawaban yang saya berikan. Seperti yang saya katakan, kita perlu mengutamakan kehati-hatian dalam masalah ini. Berisiko bila kita mengatakan dalam penelitian tidak menemukan dokumen seperti itu, lalu kita mengungkapkan bahwa selamanya bukti itu tidak akan ditemukan ataupun mengatakan hubungan seperti itu tidak ada.
Menurut saya perdebatan seperti itu di Indonesia adalah sesuatu yang bagus. Isu viral seperti ini, meningkatkan minat orang-orang untuk menelitinya, dan penelitian tentang hal ini akan bertambah.
Seperti yang saya katakan, masih ada potensi penemuan jejak, sumber atau dokumen yang menceritakan hubungan Nusantara dengan Utsmani. Kemungkinan itu selalu ada. Bila semakin banyak orang yang meneliti, maka semakin banyak hal yang dapat ditemukan.
Saya berharap ke depan perdebatan semacam ini akan mendorong dan memotivasi masyarakat Turki dan Indonesia agar lebih meneliti hubungan sejarah secara mendalam antara kedua negara. Saya berharap ada kebaikan di balik perdebatan ini.
AA: Bagaimana Anda memandang isu yang mengatakan Kerajaan Demak memiliki hubungan langsung dengan Utsmani?
IHK: Hubungan Utsmani pada abad ke-16 tampaknya hanya terbatas pada hubungan dengan Kesultanan Aceh. Namun, kita perlu melihat struktur politik kawasan tersebut pada periode itu, koalisi politik seperti apa yang dibentuk pada masa itu untuk melawan kolonialisme Portugis.
Utsmani pada abad ke-16 adalah sekutu Aceh, yang berada di wilayah Nusantara. Bila dilihat dari sumber Utsmani pada abad ke-16, dalam sumber-sumber tercantum bahwa ada dua pemimpin kerajaan yang setara posisinya.
Karena dalam dokumen-dokumen Utsmani, sultan Aceh disebut sebagai “Açe Padi?ah?” [Raja Aceh], maka terminologi “padi?ah” dalam arsip Utsmani adalah ungkapan untuk pemimpin yang setara dengan raja Utsmani. Namun pada abad ke-19, ungkapan yang ditulis dalam surat yang dikirim oleh utusan Aceh ke Istanbul untuk meminta pertolongan dari Utsmani guna melawan Belanda pada 1848-1849, Aceh saat itu menyebut diri mereka sebagai bagian [vassal] Utsmani sejak abad ke-16.
Dalam surat yang dikirim ke Utsmani, Sultan Aceh Mansur Syah dan sultan setelahnya mengungkapkan bahwa Aceh adalah bagian dari khilafah Utsmani. Tapi seperti yang saya ungkapkan sebelumnya bahwa bahasa yang digunakan dalam arsip Utsmani abad ke-16 adalah hubungan kerja sama antara dua pemimpin kerajaan yang posisinya setara.
Hubungan Jawa dengan Utsmani mulai meningkat setelah Utsmani membuka konsulatnya di Jawa. Misalnya seperti pengiriman pelajar dari Jawa ke Istanbul untuk mendapatkan pendidikan modern di sekolah-sekolah Utsmani.
Tokoh-tokoh di Jawa pada saat itu memberikan hadiah ke utusan Utsmani di Jakarta atau ke otoritas Utsmani di Istanbul. Konsulat Utsmani juga membantu warga Arab yang ditinggal di sana agar diterima di sana sebagai warga Utsmani. Ada ucapan belasungkawa dan simpati dari wilayah itu kepada Sultan Utsmani Abdulhamid yang selamat dari upaya pembunuhan dengan bom di Istanbul pada 1905.
Meski begitu kita juga tidak boleh meremehkan mitologi, penghormatan yang diberikan masyarakat di sana kepada sultan Utsmani. Ini tidak kalah pentingnya dari apa yang ada dalam dokumen-dokumen resmi yang sudah ditemukan.
Ada pembicaraan bahwa sultan Utsmani mengirimkan bendera kepada kerajaan Yogyakarta. Tentu saja perlu ada penelitian tentang hal itu. Terus terang saya belum mengetahui apakah ini sudah diteliti oleh pakar-pakar yang lain atau belum.
Tetapi saya bisa mengatakan bahwa motif Zulfikar [pedang bermata dua] pada bendera itu adalah hal yang tidak asing bagi Utsmani. Motif Zulfikar memang digunakan oleh para pelaut Utsmani. Oleh karena itu, hemat saya ini perlu dilakukan penelitian.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: