Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ramai Hubungan Ottoman-Nusantara, Sejarawan Turki Bilang...

Ramai Hubungan Ottoman-Nusantara, Sejarawan Turki Bilang... Kredit Foto: Rawpixel

Berikut wawancara lengkap Anadolu Agency (AA) dengan Ismail Hakk Kad (IHK) yang dilakukan pada 27 Agustus 2020 di Istanbul.

AA: Mohon perkenalkan diri Anda dan kegiatan ilmiah yang Anda lakukan terkait hubungan Indonesia-Utsmani.

IHK: Saya Associate Professor bidang sejarah di Universitas Istanbul Medeniyet. Saya meneliti hubungan perdagangan Utsmani-Belanda pada jenjang doktoral di Universitas Leiden. Setelah menyelesaikan disertasi pada akhir 2008, saya mulai meneliti mengenai hubungan Utsmani dengan Asia Tenggara.

Sejak April 2009, kurang lebih 11 tahun saya meneliti relasi antara Kerajaan Utsmani dengan negara-negara di Asia Tenggara, tidak hanya Indonesia saja. Penelitian saya sebagian sudah dipublikasi dalam bentuk buku, sebagian juga dalam bentuk makalah di jurnal-jurnal ilmiah.

AA: Apakah Kerajaan Utsmani memiliki relasi dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara baik secara politik, ideologi, budaya, militer, dan administratif?

IHK: Tentu saja ada. Kita perlu membagi hal itu menjadi dua kategori; hubungan formal dan hubungan informal. Dalam hal ini, hubungan formal adalah relasi berbasis politik dan militer, yakni hubungan yang dibangun pada abad ke-16 melalui surat-menyurat dan bermacam-macam hubungan militer.

Selain itu, ada hubungan formal yang dijalin selama abad ke-19. Di luar itu, sumber-sumber Utsmani pada abad ke-17 dan ke-18 tidak memberikan petunjuk apa pun tentang hubungan resmi antara Utsmani dengan Nusantara. Tetapi ini tidak boleh dipahami bahwa tidak ada hubungan sama sekali.

Nyatanya, karya Azyumardi Azra dengan jelas memberikan petunjuk kepada kita bahwa masyarakat Nusantara berinteraksi kuat dengan para ulama Utsmani di wilayah Hijaz pada abad ke-17 dan ke-18.

Oleh karena itu, kita bisa membicarakan sebuah relasi yang sebagian besar didasarkan pada interaksi intelektual pada abad ke-17 dan ke-18, yang tidak tercatat secara resmi dalam arsip. Jika dilihat secara keseluruhan, beberapa sumber mengatakan relasi itu bermula pada tahun 1517, awal abad ke-16.

Semakin menjauh tahunnya, maka sumber-sumbernya akan semakin lebih samar. Namun sejak tahun 1530-an, utusan-utusan Aceh mulai terlihat di Istanbul, dan mereka terlibat dalam kerja sama Aceh-Utsmani dan mereka datang untuk meminta bantuan militer untuk melawan kegiatan kolonialisme Portugis di wilayah itu, dan sumber-sumber yang menerangkan hal itu ada di tangan kami.

AA: Menurut Anda apakah kerajaan di Jawa punya hubungan dengan Utsmani?

IHK: Saya memasukkan ke buku apa yang saya temukan dari arsip Utsmani tentang relasi Utsmani dengan Nusantara sejak saya memulai penelitian pada 2009. Hasil penelitian saya selama ini sudah dibukukan, dalam karya berjudul “Ottoman-Southeast Asian Relations: Sources from the Ottoman Archives”.

Apa yang ada di buku itu bukan semua arsip yang telah saya temukan selama ini. Hanya kutipan yang penting-penting saja, tapi saya berusaha mencantumkan arsip dan dokumen yang penting dalam buku itu. Selama melakukan penelitian, yang paling banyak saya temukan dalam arsip, lebih khususnya pada abad ke 19, adalah relasi dengan kesultanan-kesultanan di Sumatra.

Di luar itu, ada surat dari Kesultanan Kedah yang meminta bantuan dari Utsmani pada 1824 untuk melawan pemberontakan dan penyerangan di sana. Pada tahun 1848-1850, Aceh juga meminta bantuan dari Utsmani. Sultan Riau, Sultan Jambi, dan kesultanan lainnya yang berada di Sumatra mengirimkan surat permohonan bantuan kepada Utsmani. Saya mencantumkan relasi itu ke dalam buku saya ini karena saya menganggap hubungan ini penting.

Selama melakukan penelitian, saya belum menemukan dokumen yang mengungkapkan hubungan Utsmani dengan kerajaan-kerajaan di Jawa. Jadi saya ingin membedakan antara ungkapan “belum menemukan dokumen” dan “relasi itu tidak ada sama sekali”.

Karena belum ditemukannya dokumennya bukan berarti hubungan itu sama sekali tidak ada. Hanya karena saya tidak menemukan dokumennya di arsip Utsmani saya tidak akan mengatakan hubungan Utsmani dengan Jawa tidak ada.

Mungkin saja relasi itu ada namun tidak tercatat dalam dokumen resmi Utsmani. Mungkin saja dokumen resmi itu memang ada, tetapi kami tak menemukannya selama kami melakukan penelitian. Mengapa saya mengambil pendekatan yang hati-hati seperti ini. Misalnya dalam buku yang ditulis Ricklefs berjudul Mystic Synthesis in Java, sesosok bernama Ibrahim digambarkan sebagai utusan Utsmani yang melakukan peran mediasi antara Kesultanan Yogyakarta dengan Belanda pada 1750-an.

Ibrahim ini tercantum pada sumber-sumber berbahasa Belanda, Prancis dan Jawa. Tentu saja kami tidak langsung menerima apa yang diklaim oleh Ibrahim. Dikisahkan Ibrahim berhasil membujuk rakyat Jawa dan pihak Belanda bahwa dirinya adalah utusan Utsmani. Namun sebenarnya tidak ada tugas seperti itu yang diberikan oleh Utsmani.

Kami tidak menemukan dokumen terkait Ibrahim ini di arsip Utsmani. Tapi seperti yang saya katakan kita perlu bersikap hati-hati. Perlu ditekankan kembali bahwa berisiko jika kita mengatakan hubungan tersebut tidak ada dikarenakan belum menemukan dokumennya dan juga mengatakan hubungan itu ada tetapi kita tidak menunjukkan bukti sama sekali.

Jadi sekarang yang bisa saya katakan, saya belum menemukan dokumen yang menunjukkan hubungan Utsmani dengan kerajaan di Jawa selama penelitian saya di arsip Utsmani. Dokumen-dokumen berkaitan dengan relasi di Jawa yang saya temukan hanya sebatas pada periode abad ke-19 dan ke-20. Jelas pada periode ini Utsmani membuka konsulat di Jakarta pada tahun 1883, sejak saat itu ada banyak hubungan diplomatik antara Jawa dan Utsmani.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: