Properti turut menjadi sektor yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19. Kegiatan bisnis properti pun sempat lumpuh menyusul adanya berbagai kebijakan, terutama pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tak ayal, kinerja keuangan sepanjang semester I 2020 pun ikut terdampak, termasuk kinerja empat emiten properti yang terdaftar dalam indeks LQ45, yaitu emiten dengan likuiditas paling tinggi di pasar saham.
Baca Juga: Kredit Macet Bank BUKU IV Bengkak, Siapa yang Paling Parah?
Keempat emiten properti LQ45 tersebut meliputi PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Berdasarkan data yang dihimpun WE Online, keempat emiten tersebut mengalami kontraksi dalam, khususnya pada pos laba.
Lantas, siapa yang paling terpuruk di antara keempatnya? Simak ulasan berikut ini.
1. Bumi Serpong Damai (-95,72%)
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) menjadi emiten properti LQ45 yang paling terpuruk di antara tiga lainnya. Bagaimana tidak, dalam enam bulan pertama tahun ini, BSDE membukukan rugi sebesar Rp89,3 miliar. Padahal, periode yang sama tahun lalu, BSDE masih mengantongi keuntungan sebesar Rp2,09 triliun.
Penurunan laba tersebut terimbas dari anjloknya pendapatan BSDE pada semester I 2020 menjadi sebesar Rp842,01 miliar. Adapun pada semster I 2019, BSDE mampu mengantongi pendapatan sebesar Rp3,6 triliun.
Dilansir dari laman resmi bsdcity.com, BSDE belum lama ini melaporkan capaian marketing sales sebesar Rp2,9 triliun pada semester I 2020. Angka tersebut tumbuh 6% dari capaian semester I 2019 lalu yang tercatat sebesar Rp2,7 triliun. Direktur BSDE, Hermawan Wijaya, mengungkapkan bahwa capaian itu menyumbang 40% dari target marketing sales sepanjang tahun ini yang sebesar Rp7,2 triliun.
Baca Juga: 6 Bank Nasional yang Resmi Diakuisisi Asing
Kontributor utama dari marketing sales BSDE adalah produk residensial yang menyumbang hingga 57% dari total keseluruhan atau setara dengan Rp1,6 triliun. Sementara itu, dari segmen komersial menyumbang sebesar 37% atau setara dengan Rp1,1 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas penjualan apartemen sebesar Rp198,7 miliar dan penjualan ruko sebesar Rp205,1 miliar.
Pencapaian hasil prapenjualan Semester I 2020 ini juga ditopang oleh penjualan lahan kepada PT Sahabat Duta Wisata sebesar 6% atau setara dengan Rp181 miliar.
"BSD City masih memberikan kontribusi terbesar terhadap total prapenjualan yaitu 61%, Grand Wisata sebesar 15%, The Zora 7%, Kota Wisata sebesar 5% dan proyek Nava Park berkontribusi 3%," ungkap Hermawan.
2. Summarecon Agung (-93,15%)
PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) membukukan laba bersih sebesar Rp10,2 miliar pada semester I 2020. Capaian menurun drastis hingga 93,15% dari semester I 2019 yang kala itu tercatat sebesar Rp149,02 miliar.
Ambrolnya laba tersebut terimbas dari pendapatan SMRA yang kontraksi sedalam 18,35% dari Rp2,67 triliun pada Juni 2019 menjadi hanya Rp2,18 triliun pada Juni 2020.
Asal tahu saja, sepanjang enam bulan pertama tahun 2020 ini, SMRA mencatatkan penurunan pendapatan di semua lini bisnis perusahaan, mulai dari lini rekreasi dan perhotelan, lini properti investasi, hingga ke lini pengembangan properti.
Penurunan paling tajam terjadi di lini rekreasi dan perhotelan. Pendapatan dari lini tersebut anjlok sedalam 51,92% dari Rp186,48 miliar pada semester I 1 2019 menjadi hanya sebesar Rp89,66 miliar pada semester I 2020.
Baca Juga: PP Properti Dapat Kucuran Dana Hampir Setengah Triliun Rupiah
Menyusul di urutan kedua terdalam, bisnis SMRA untuk lini properti investasi mengalami penurunan pendapatan sebesar 43,29% dari Rp761,03 miliar pada pada tahun lalu menjadi Rp431,54 miliar pada tahun ini. Anjloknya pendapatan dari lini tersebut dipengaruhi oleh pendapatan mal dan ritel pihak berelasi yang turun hingga 67,31% menjadi Rp8,06 miliar. Begitu pun juga dengan pendapatan mal dan ritel pihak ketiga yang ikut jeblok menjadi Rp386,08 miliar pada periode tersebut.
Tak ketinggalan, pada periode yang sama bisnis SMRA di lini pengembangan properti juga ikut merosot sebesar 5,66% dari Rp1,59 triliun menjadi hanya Rp1,50 triliun. Hal itu terjadi seiring dengan lesunya penjualan rumah sejak pandemi Covid-19 melanda. Per Juni 2020, SMRA mengantongi penjualan rumah sebesar Rp836,29 miliar, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,01 triliun.
Sebagai tambahan, sepanjang semester I 2020, SMRA berhasil mengantongi pendapatan pra-penjualan alias marketing sales sebesar Rp 1,1 triliun, di mana penjualan produk rumah atau hunian menjadi yang paling mendoninasi pendapatan marketing sales pada paruh pertama tahun ini.
3. Pakuwon Jati (-52,1%)
Berikutnya adalah pemilik Mal Gandaria City dan Kota Kasablanka, yakni PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Pakuwon Jati membukukan penurunan laba bruto cukup dalam hingga 52,1% dari Rp2,02 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp968 miliar pada semester I 2020.
Penurunan laba tersebut terimbas oleh anjloknya pendapatan perusahaan selama enam bulan pertama tahun ini. Per Juni 2020, Pakuwon Jati hanya mengantongi pendapatan sebesar Rp1,97 triliun. Angka tersebut menurun 43,67% dari Juni 2019 lalu yang mencapai Rp3,5 triliun. Direktur Keuangan Pakuwon Jati, Minarto Basuki, mengungkapkan bahwa penurunan pendapatan dan laba yang signifikan tersebut tidak terlepas dari dampak yang timbul akibat Covid-19, khususnya di sektor properti.
"Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak negatif terhadap sektor properti, termasuk perusahaan. Koreksi pendapatan nyaris mencapai 50%," ungkapnya pada Selasa, 28 Agustus 2020 lalu.
Lebih lanjut, manajemen Pakuwon Jati menyebutkan bahwa selama masa pandemi, jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan pada hari kerja mengalami penurunan sebesar 50% hingga 60% jika dibandingkan dengan sebelum adanya pandemi. Hal yang sama juga terjadi untuk kunjungan pada hari libur yang anjlok hingga 40%.
Sebagai informasi pula, sepanjang enam bulan pertama tahun ini Pakuwon Jati membukukan marketing sales sebesar Rp501 mliar. Angka tersebut setara dengan 47% dari target yang ditetapkan perusahaan, yakni sebesar Rp1,06 triliun. Sebagian besar marketing sales tersebut bersumber dari proyek yang berada di Surabaya, yaitu penjualan high rise sebesar 62% dan rumah tapak sebesar 38% dari total penjualan.
4. Ciputra Development (-42,82%)
Emiten properti di Indeks LQ45 berikutnya adalah PT Ciputra Development Tbk (CTRA). Senasib dengan emiten properti lainnya, kinerja CTRA sepanjang semester I 2020 juga ikut terkontraksi. Per Juni 2020, laba CTRA tercatat sebesar Rp169 miliar, menurun 42,82% dari Juni 2019 lalu yang mencapai Rp296 miliar.
Hal itu tidak terlepas dari penurunan pendapatan CTRA selama enam bulan pertama tahun ini sebesar 10,84% dari Rp3,15 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp2,80 triliun pada tahun 2020.
Hampir semua segmen bisnis CTRA mengalami kontraksi, terutama penjualan dari segmen apartemen yang anjlok 92,49% serta penjualan rumah hunian dan ruko yang anjlok 1,55%. Sementara itu, penjualan dari segmen kantor dan kapling justru tercatat tumbuh masing-masing sebesar 32,85% dan 135%.
Sementara itu, marketing sales CTRA selama semester I 2020 tercatat sebesar Rp2 triliun, menurun 16,2% dari capaian tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,4 triliun. Direktur Utama CTRA, Candra Ciputra, menjelaskan bahwa pihaknya optimis akan adanya tren positif hingga akhir tahun mendatang sehingga perusahaan bisa mencapai target marketing sales tahun 2020 sebesar Rp4,5 triliun.
"Semester pertama 2020 turun 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu akibat dampak kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19. Namun, CTRA melihat adanya tren bulanan yang meyakinkan," pungkas Candra.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih