Pemindahan wewenang pengawasan perbankan kembali ke BI juga belum didasari pada alasan yang kuat, jika memang alasan adalah mendorong proses pemulihan ekonomi, maka alasan ini tidak tepat mengingat OJK telah menjalankan perannya dalam membantu proses pemulihan ekonomi.
"Dengan belum jelasnya latar belakang pembentukan Perppu reformasi sistem keuangan, pemerintah, DPR, dan pihak terkait perlu menahan diri untuk tidak terburu-buru meloloskan Perppu ini," tegasnya.
Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin mengkhawatirkan sikap tidak konsisten pemerintah terhadap pembentukan OJK akan membuat kepercayaan investor dan masyarakat terkikis.
Pasalnya hal itu menyebabkan adanya ketidakpastian bila konsepnya mengembalikan lagi pengawasan perbankan kepada BI. "Itu kemungkinan sisi minus penilaian yang bisa terjadi pada pemerintah," ungkap Ferry.
Menurut dia, jika pengawasan OJK dinilai lemah, seharusnya yang diperbaiki adalah sumber daya manusianya, bukan malah memangkas kewenangannya. "Tiap lembaga pengawasan masalahnya adalah manpower dan sistem. Saya yakin seharusnya OJK bisa ditingkatkan kinerjanya sebagai otoritas yang mengawasi sektor perbankan kita seandainya manpower dan sistemnya di-upgrade terus," tegasnya.
Menurut ekonom senior Indef, Dradjad Wibowo, rencana Perppu Reformasi Sistem Keuangan yang disiapkan pemerintah ibarat mengganti fondasi rumah tepat di saat terjadi badai. Seharusnya lembaga pemerintah agar jangan saling membongkar fondasi rumah di saat terjadi badai. Namun, yang harus dilakukan adalah memperbaiki dan memperkuat pintu atau jendela rumah agar kuat diterpa angin kencang.
"Jangan bongkar fondasinya. Tapi cukup sekadar perkuat pintu atau jendelanya. Artinya perkuat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atau Kemenkeu," ujar Drajad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: