Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Riset Sebut Mental Anak Negara Maju Lebih Lemah, Kenapa?

Riset Sebut Mental Anak Negara Maju Lebih Lemah, Kenapa? Kredit Foto: Theguardian.com

Sebagian besar anak-anak mengaku bermain merupakan aktivitas yang membuat mereka bahagia. Ironisnya anak-anak yang stres akibat ketidakharmonisan keluarga dan bullying tidak dapat menikmati fasilitas bermain di lingkungan sekitar. Mereka lebih senang bermain gawai dan melarikan diri ke dunia maya.

Tuntutan hidup anak-anak di negara maju juga tinggi. Sayangnya tidak semua anak di negara maju terlahir dari keluarga kaya-raya, sedangkan tekanan terhadap mereka untuk dapat sukses sangatlah tinggi. “Sebanyak 1 dari 5 anak-anak di negara maju sebenarnya hidup dalam kemiskinan,” ungkap UNICEF.

Penderitaan yang dialami anak-anak tidak terlepas dari sistem kerja yang mengikat orang tua. Sebagian besar orang tua di negara maju yang menjadi karyawan tidak memiliki waktu dan tenaga untuk memerhatikan anak mereka. Bahkan mereka sendiri mengaku mengalami stres akibat pekerjaan yang menumpuk. 

“Kami mengimbau negara maju untuk memperhatikan anak-anak karena mereka merupakan generasi penerus bangsa. Pendekatannya dapat melalui konsultasi anak, kebijakan ramah anak, mengurangi kesenjangan, meningkatkan akses, dan mengimplementasikan kebijakan ramah keluarga di tempat kerja.”

Berdasarkan laporan Mental Health Network, masyarakat di negara maju pada umumnya mengalami krisis kesehatan mental. Sebanyak 19% orang dewasa di Inggris saja didiagnosis mengalami depresi per tahun, sedangkan 1 dari 4 orang dewasa hampir per bulan. Penyakit itu diyakini menular kepada anak-anak.

Meski tidak memiliki bukti, sebagian orang menganggap penyakit mental dan depresi merupakan permasalahan kelas menengah ke bawah. Namun, kenyataannya, krisis kesehatan mental dapat menyerang siapa saja tanpa melihat kelompok sosial. Bahkan setiap orang memiliki permasalahan sendiri.

Sesuai dengan laporan UNICEF, anak-anak Jepang mengalami krisis kesehatan mental terburuk kedua setelah Selandia Baru di antara 38 negara maju lain menyusul tingginya angka bunuh diri dan rendahnya tingkat kebahagiaan. Selain itu angka bullying dan ketidakharmonisan di dalam keluarga juga sangat tinggi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: