Terbitnya Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Dirjenhubla) Nomor 37/2020 dianggap memberatkan bagi pelaku usaha Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) secara nasional maupun tingkat wilayah.
SE ini mengatur pemberian dispensasi masa penumpukan peti kemas di lapangan penumpukan (container yard) lini satu selama keadaan tertentu di masa pandemi Covid-19.
Ketua DPW Asdeki Jatim, Agung Kresno Sarwono secara tegas mengatakan, SE 37/2020 memberatkan, bahkan jasa penampungan container ini terancam gulung tikar nantinya jika SE itu terus diberlakukan.
Baca Juga: Totalitas BPPSDMP Dukung Food Estate di Sumut
Baca Juga: Gedung Atap Terminal 3 Bandara Soetta Terkelupas
"Ini cukup aneh dengan kebijakan baru dan memberatkan bagi kami. Seharusnya, wewenang untuk SE adalah Kementerian Perhubungan, bukan Dirjen Perhubungan Laut. Kami berharap SE ini segera dicabut," tegas Agung di Surabaya, Sabtu (5/9/2020).
Secara tegas, Agung menyatakan, pihaknya (Asdeki) akan tetap patuh apa pun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Akan tetapi, Agung meminta adanya etika hukum agar kebijakan tidak tumpang tindih.
"Jangan sampai kebijakan dari direktorat jenderal ini lebih unggul dari Kementerian Perhubungan atau lembaga yang lebih tinggi," ujar mantan Direktur Operasional PT Terminal Teluk Lamong ini.
Bahkan kata Agung, mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 116/2016, salah satu poin menyebutkan agar dwelling time maksimal tiga hari. Sementara SE 37/2020 berpotensi memperpanjang dwelling time atau kontraproduktif dengan Permenhub.
Sementara itu, poin lain yang tercantum dalam SE 37/2020 adalah dukungan kepada pelaku usaha yang mengalami penurunan aktivitas usaha akibat Covid-19. Begitu juga dengan toleransi penumpukan peti kemas di lapangan penumpukan selama yard occupation ratio (YOR) atau batas toleransinya masih di bawah 65 persen dari total kapasitas.
"Kita sudah menuju new normal, kenapa harus memperbanyak regulasi? Padahal, secara tegas bapak Presiden RI Jokowi secara tegas mengatakan, jangan terlalu banyak regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh instansi terkait saat pandemi Covid-19, apalagi menuju new normal ini. Jika masih banyak regulasi dan kebijakan baru yang dikeluarkan, tentunya akan menghambat pertumbuhan ekonomi negara kita sendiri," ungkapnya.
Dikatakan pula, sejak keluarnya SE 20/2020, kerugian yang diderita anggota Asdeki Jatim rata-rata Rp250 juta per bulan selama Mei hingga Juli. Adapun penurunan volume peti kemas mencapai 80 persen dari rata-rata 300 per bulan. Sementara komponen kerugian mayoritas disebabkan oleh mahalnya sewa peralatan, SDM, dan tarif listrik
"Masing-masing depo memiliki karakter yang berbeda, jadi kerugiannya tidak sama. Tapi, kurang lebih sebesar itu (Rp250 juta per bulan)," terang pria yang pernah mengemban ilmu jasa kepelabuhanan di Korea Selatan.
Untuk menyelesaikan permasalah tersebut, Agung menyebutkan, pihaknya (DPW Asdeki Jatim) telah melaporkan masalah SE 37/2020 ini ke Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti beberapa hari lalu.
Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti sendiri mengatakan, masing-masing asosiasi menyampaikan aspirasinya secara tertulis.
"Nanti kita teruskan ke masing-masing menteri terkait. Kalau perlu, kami juga akan menyampaikan ke presiden karena saya secara berkala berkomunikasi dengan presiden," kata La Nyalla.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: