Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

AFPI: SMS Jadi Cara Pinjol Ilegal Promosi

AFPI: SMS Jadi Cara Pinjol Ilegal Promosi Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

AFPI kembali mengingatkan masyarakat bahwa penawaran pinjaman online melalui short message system (SMS) atau pesan singkat adalah praktik dari pelaku fintech ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal ini seiring makin maraknya aktivitas penawaran dari fintech ilegal yang merugikan masyarakat seiring tingkat kebutuhan akses dana masyarakat yang makin tinggi akibat pandemi, juga meningkatkan rasio kredit bermasalah yang tercermin dalam tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) industri fintech P2P lending.

Baca Juga: Gandeng Huawei, Pinjol Modal Rakyat Luncurkan Aplikasi

Ketua Umum AFPI, Adrian Gunadi, mengatakan bahwa di era digital, tawaran pinjaman online melalui SMS makin marak, apalagi di saat pandemi Covid-19 saat ini. Bisa dipastikan, tawaran lewat SMS ini adalah dari pelaku fintech ilegal (tidak terdaftar di OJK). Jenis tawarannya dengan iming-iming yang menggiurkan dan akhirnya akan merugikan masyarakat.

"Pelaku fintech ilegal mengincar masyarakat yang saat ini kesulitan ekonomi dan membutuhkan uang akibat pandemi untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif. Padahal, pinjaman fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga yang tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek," ucap Adrian melalui keterangan tertulisnya, Rabu (23/9/2020).

Dia melanjutkan, pinjol ilegal tersebut juga selalu meminta untuk mengakses semua data kontak di handphone. Ini sangat berbahaya karena data ini bisa disebarkan dan digunakan untuk mengintimidasi saat penagihan. "Waspada dan jangan mudah tergiur!" pesan Adrian.

Fintech peer to peer (P2P) lending yang sudah terdaftar di OJK dilarang untuk menawarkan produk atau promosi melalui pesan singkat SMS. Hal ini diatur dalam Peraturan OJK nomor 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dalam Pasal 19 disebutkan, Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi yang bersifat personal (email, short message system/SMS, dan voicemail) tanpa persetujuan konsumen.

Adrian menjelaskan, setiap penyelenggara fintech lending anggota AFPI dalam setiap penawaran atau promosi wajib mencantumkan atau menyebutkan nama dan logo penyelenggara serta pernyataan terdaftar di OJK. Hal ini diatur dalam Pasal 35 Peraturan OJK No.77/2016. Bahkan, dalam pasal 48 disebutkan Penyelenggara (fintech lending) wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi yang telah ditunjuk oleh OJK, yakni AFPI.

"Selain itu, dalam proses penyaluran pinjaman, fintech lending terdaftar OJK juga didukung oleh asuransi pinjaman serta menggunakan sistem credit scoring yang sudah teruji, seperti Pefindo, untuk menganalisis dan verifikasi pinjaman," kata Adrian.

Fintech ilegal tercatat makin marak. Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat, jumlah total fintech peer to peer lending ilegal yang telah ditanganinya sejak tahun 2018 s.d. Juni 2020 sebanyak 2591 entitas. Pada Juni 2020 saja, SWI menemukan 105 fintech P2P lending ilegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat SMS di telepon genggam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: