Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bamsoet: Pilkada Serentak Harus Dibarengi Penerapan Protokol Kesehatan yang Ketat

Bamsoet: Pilkada Serentak Harus Dibarengi Penerapan Protokol Kesehatan yang Ketat Kredit Foto: MPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menegaskan bahwa pencegahan penyebaran Covid-19 dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 bukan hanya difokuskan pada 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada (9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota), melainkan juga pada kabupaten dan kota lainnya, yang walaupun tidak ikut Pilkada kabupaten/kota, tetap mengikuti Pilkada pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur di 9 provinsi. Dengan demikian, secara keseluruhan, ada 309 daerah kabupaten dan kota yang patut diwaspadai.

"Berdasarkan evaluasi Satgas Penanganan Covid-19 pada tanggal 6-13 September 2020, dari 309 daerah tersebut, terdapat 45 daerah kabupaten/kota mempunyai risiko penularan Covid-19 yang tinggi; 152 daerah mempunyai risiko sedang; 72 daerah risiko rendah, 26 daerah yang tidak ada penambahan kasus baru, dan 14 daerah yang belum terdampak Covid-19," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Baca Juga: Bamsoet Bersama PARFI Salurkan Bantuan kepada Pekerja Seni

Hal itu disampaikan Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker Webinar DPP KNPI, Dilema Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Turut hadir dalam webinar tersebut antaran lain Ketua Umum KNPI Haris Pertama, Komisioner KPU Viryan, Ketua Umum IDI Daeng Faqih, dan Direktur Eksekutif Progressive Democracy Watch Fauzan Irvan.

Ketua DPR RI ke-20 ini memandang, penyelenggaraan Pilkada Serentak di tengah pandemi Covid-19 menempatkan bangsa Indonesia pada posisi dilematis. Di satu sisi, berdasarkan data per tanggal 22 September 2020, jumlah kasus positif Covid-19 sudah menembus angka 250 ribu dengan angka kematian mendekati 10 ribu kasus. Sejauh ini, 3 orang Komisioner KPU (termasuk Ketua KPU) serta 32 orang pegawai Sekretariat Jenderal KPU dinyatakan positif Covid-19. Sejumlah pegawai KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga terkonfirmasi positif Covid-19.

"Di sisi lain, hak konstitusional warga untuk memilih dan dipilih juga harus dipenuhi. Penundaan Pilkada akan membawa konsekuensi kepala daerah yang telah habis masa bhaktinya digantikan pelaksana tugas yang dalam menjalankan tugasnya memiliki keterbatasan karena tidak dapat menentukan kebijakan yang strategis. Di masa pandemi, kebijakan yang bersifat strategis justru sangat diperlukan," tutur Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini memaparkan, penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi juga mempunyai rujukan global. Sepanjang Februari-Agustus 2020, ada 56 negara dan teritori memutuskan menyelenggarakan Pemilu (nasional maupun lokal). Antara lain, Iran, Taiwan, Togo, dan Slovakia yang menyelenggarakan Pemilu pada Februari 2020.

Pada Maret 2020 ada Amerika Serikat (Arizona, Florida, Illinois), Jerman, Perancis, Australia (Queensland), Polandia, Ukraina, dan Taiwan. Pada Agustus 2020 ada Mesir, Uganda, Belarus, Australia (Tasmania dan Northern Territory), Amerika Serikat (Puerto Rico, Florida, Wyoming).

"Keputusan melanjutkan Pilkada Serentak harus diiringi pengetatan implementasi protokol kesehatan. Dimulai dari kandidat yang maju dalam Pilkada tak melakukan pengerahan massa selama masa kampanye. Kandidat harus menjadikan Pilkada sebagai wadah perjuangan mengendalikan penyebaran Covid-19 dengan mengedukasi pendukungnya untuk memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan secara berkala. Bukan justru menjadikan Pilkada sebagai sumber penularan Covid-19," papar Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menjelaskan, walaupun penerapan protokol kesehatan diperketat, tidak dapat dimungkiri penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi masih menyisakan beberapa potensi persoalan. Misalnya, tingkat partisipasi pemilih.

"Dengan tingginya angka persebaran Covid-19 dan belum tersedianya vaksin dalam waktu dekat, masyarakat sepertinya masih enggan beraktivitas di area publik maupun datang ke TPS. Apalagi, dua ormas terbesar, NU dan Muhammadiyah, sudah menyuarakan penolakan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020," jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, ada kekhawatiran 80 persen petahana yang maju pada kontestasi Pilkada memanfaatkan berbagai program bantuan sosial sebagai alat kampanye terselubung. Di samping itu, dampak pandemi yang menghantam kehidupan perekonomian rakyat makin meningkatkan risiko terjadinya praktik money politics.

"Dari segi teknis, KPU perlu meyakinkan masyarakat bahwa proses pemungutan suara di setiap TPS telah mengedepankan protokol kesehatan. Seperti penyediaan sarana sanitasi, pengecekan kondisi suhu tubuh, pengaturan menjaga jarak, dan berbagai protokol kesehatan lainnya," tandas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum SOKSI ini mengungkapkan, dalam rapat kerja Komisi II DPR RI bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP pada Senin (21/9/2020), hasilnya sepakat tidak menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020. Namun demikian, UU No.6/2020 juga masih membuka peluang penundaan.

Merujuk Pasal 201A ayat 3, apabila pemungutan suara serentak tersebut tidak dapat dilaksanakan karena bencana nasional pandemi Covid- 19 belum berakhir, pemungutan suara serentak pada bulan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali.

"Pemerintah saat ini masih terus memantau proses Pilkada Serentak 2020. Presiden Joko Widodo juga sudah menunjuk Pak Luhut Pandjaitan memimpin upaya penekanan laju penyebaran Covid-19. Masih ada waktu hingga Desember 2020, kita berharap Covid-19 bisa segera ditekan. Dengan demikian, jika pun Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan, tak menjadi kluster baru dalam penyebaran Covid-19," pungkas Bamsoet.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: