Pelajar-pelajar SMA Thailand Lakukan Aksi Protes Sistem Pendidikan
Dengan mengenakan pita putih, memotong rambut di depan publik, serta membuat gestur salam tiga jari seperti dalam film fiksi The Hunger Games, para pelajar SMA di Thailand ikut serta melakukan aksi unjuk rasa atas sistem pendidikan negara itu.
Gerakan itu menyebar ke sekolah-sekolah tingkat atas di Thailand yang dinamai sebagai "Pelajar Nakal" oleh pemimpinnya, serupa dengan buku seorang aktivis pelajar, Netiwit Chotiphatphaisal, tentang pengalamannya di SMA yang berjudul "Seorang Pelajar Nakal dalam Sistem Pendidikan yang Luar Biasa".
Baca Juga: Abaikan Hukuman Kritik Monarki, Pedemo Thailand Pasang Plakat Rakyat
Aksi yang dilakukan kaum pelajar itu menyusul aksi protes yang telah dan masih dilakukan oleh mahasiswa perguruan tinggi terkemuka di Thailand yang menuntut demokrasi.
Para pelajar juga mendukung tujuan yang lebih luas lagi terkait protes antipemerintah, tetapi melalui sikap mengekspresikan diri mereka terlebih dahulu dengan mencoba menghapuskan aturan-aturan yang mereka anggap sudah terlalu lawas.
Tradisionalisme dianggap masih berjalan di dalam sistem pendidikan Thailand. Mars kerajaan harus diputar setiap pagi di sekolah, sementara aturan seragam dan perilaku juga ketat, serta para pelajar diharapkan tidak mempertanyakan otoritas atas hal itu.
"Ada pepatah viral bahwa 'kediktatoran pertama kita adalah sekolah'," ujar Peka Loetparisanyu, seorang pelajar berusia 17 tahun.
"Mereka masih mencoba menanamkan kepada kami bahwa kami hanyalah anak kecil dalam masyarakat yang otoriter. Ini berarti bahwa banyak hak-hak kami yang dilanggar," kata dia menambahkan.
Benjamaporn Nivas, pelajar perempuan berusia 15 tahun, menjadi salah satu representasi gerakan "Pelajar Nakal" yang duduk di ruang publik dengan tanda yang digantung di lehernya bertuliskan ajakan kepada orang yang lalu lalang untuk memotong rambutnya sebagai simbol "hukuman" karena telah melanggar aturan soal rambut. Kini ia menargetkan pada reformasi yang lebih jauh lagi.
"Mereka harus membuang semua aturan yang ketinggalan zaman, bukan hanya satu aturan (rambut) itu. Aturan-aturan bahkan semestinya tidak pernah ada, karena melanggar hak asasi manusia," kata Benjamaporn.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: