Dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat tiga segmentasi megathrust, yaitu pertama Segmen Jawa Timur, kedua Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan ketiga Segmen Banten-Selat Sunda. Seluruh segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7.
Namun demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi 2 segmen megathrust yang bergerak secara simultan maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7, Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk, bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat.
Baca Juga: Selatan Jawa Bakal Dihantam Tsunami 20 Meter, BMKG: Jangan Panik, Tak Tahu Kapan Terjadi
Dengan demikian, untuk kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu. Karena itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, Daryono mengatakan semua pihak harus melakukan upaya mitigasi.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas). Dalam catatan sejarah, sejak 1700 zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).
Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali. Yaitu pada 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3).
Sementara, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali. Pertama pada 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1). Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.
Lebih lanjut, Daryono menyebutkan bahwa di wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami. Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, di mana tsunami pernah terjadi di antaranya pada 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006.
Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu. Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan hidup di pertemuan batas lempeng tektonik.
"Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, inilah risiko yang harus dihadapi," kata Daryono.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo