“Pertumbuhan ekonomi di Q3 akan negative sebagaimana yang terjadi pada Q2 sudah diprediksi oleh banyak pihak, terutama melihat beberapa hal yang secara tidak langsung memicu perlambatan ekonomi, seperti terus bertambahnya jumlah pasien positif Covid-19, implementasi kembali PSBB di DKI Jakarta dan belum pulihnya kegiatan ekspor impor karena dampak negara lain yang juga sedang membenahi kondisi domestiknya pasca Covid-19 atau justru masih dalam keadaan yang kurang lebih sama dengan Indonesia,” jelas Pingkan.
Pingkan menilai, proyeksi pemerintah memang realistis karena disrupsi ekonomi akibat pandemi Covid-19 masih terus terjadi dan dirasakan masyarakat. Ditambah dengan kebijakan PSBB yang kembali diberlakukan dan membatasi mobilitas sosial serta transaksi ekonomi secara langsung bagi banyak sektor usaha.
Walaupun demikian, proyeksi untuk tahun depan jauh lebih baik, mengacu pada RUU APBN 2021 proyeksinya berada pada kisaran 4,5% hingga 5,5%. Hal ini pun senada dengan perkiraan yang disampaikan beberapa institusi internasional seperti ADB dengan 5,3%, OECD di kisaran 5% hingga 6%, dan IMF dengan 6,1%.
“Walaupun demikian, proyeksi ini perlu disambut dengan langkah-langkah bijak dari ragam pihak. Baik pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat memiliki peranan masing-masing. Di tengah pandemi yang kita hadapi saat ini, tentu saja masalah utamanya berakar dari tingkat penyebaran dan kasus positif Covid-19,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: