Saat menjadi pemimpin, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dikenal sebagai pribadi yang memiliki komunikasi transparan dan 'bombastis'.
Menurut pengamat politik, M Qodari, Ahok sempat berniat untuk berubah menjadi pribadi yang lebih kalem dan menjaga komunikasinya di hadapan publik, seperti dikutip dari akun Youtube Helmy Yahya Bicara pada Minggu, 27 September 2020.
Baca Juga: Disebut Bakal Damai, Polisi Ungkap Laporan Kasus Pencemaran Nama Ahok Belum Dicabut
"Ahok mengatakan 'saya sudah berubah, jangan panggil saya Ahok, saya Basuki. Ahok itu dulu yang ceplas-ceplos saya sekarang Basuki'," ujarnya.
Namun, saat mengobrol dengan Ahok, M Qodari mengakui bahwa Ahok nyatanya belum berubah. "Cuma kan saya lihat pernyataan beliau lalu ada rencana-rencana yang sebagian tidak terpublikasi namun saya dengar, menurut saya Ahok tidak berubah," ujarnya.
Ia menilai bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut tak bisa menang jika ingin memiliki jabatan apapun yang didapat melalui pemilihan umum.
"Karena istilahnya Ahok ini bagus kerjanya buruk komunikasinya, mungkin dia harus yang ditunjuk. Bukan dipilih (jabatannya), tapi dipilih seperti menteri. Tapi waktu saya pulang, ini masih 2017 nih saya berubah pikiran karena menteri juga jabatan publik," tambahnya.
Menurut M Qodari, seorang pekerja publik seharusnya memiliki hasil kerja dan komunikasi yang sama-sama baik.
"Karena pekerjaan bagus kalau komunikasi buruk itu rusak contohnya siapa, Ahok sendiri. Karena itu, kesimpulan saya Ahok itu cuma tepat di perusahaan swasta. Gak cocok di jabatan publik atau yang berhadapan dengan publik," ujarnya.
Ia pun sempat kaget saat Ahok ditunjuk sebagai komisaris utama di PT Pertamina (Persero). Untuk menanggulangi efek buruk setelahnya, M Qodari kemudian memberikan berbagai saran untuk Ahok. Salah satunya meminta agar Ahok memakai juru bicara (jubir) jika ingin menyampaikan sesuatu ke hadapan publik.
"Dia tiba-tiba ditunjuk sebagai komisaris utama di Pertamina dan pada saat itu juga saya inget bicara ke media, saya katakan Pak Ahok tolong jangan ngomong langsung ke media, bapak kerja dan tunjuk jubir yang berinteraksi dengan media karena saya takut beliau komunikasinya itu katakanlah bombastis dan kontroversial," ujarnya.
Tampaknya saran tersebut tak diikuti sehingga belakangan Ahok pun mendapat sorotan publik terkait kerugian di PT Pertamina (Persero).
"Kayaknya saran ini gak diikutin makanya belakangan ini ada beberapa pernyataan ya termasuk yang kemarin itu akhirnya menimbulkan kontroversi lagi karena beliau mengatakan 'kalau ada saya Pertamina gak akan rugi'," jelasnya.
Berdasarkan keterangan M Qodari, Ahok tidak memiliki sensitivitas komunikasi. "Saya menyimpulkan kalau Pak Ahok itu memang tidak punya sensitivitas komunikasi, apa yang diomongkan di dalam diomongkan di luar. Dia tidak tahu situasi dan kondisi. Bukan berarti tidak jujur tapi kita kan harus memilah," tambahnya.
Selain itu, M Qodari mengatakan bahwa Ahok merupakan pribadi yang bombastis, emosional, dan sulit membedakan situasi. "Jadi Ahok sekarang bom waktu yang sedang berjalan juga. Jadi kita pada hari ini punya dua bom waktu, satu Pilkada kedua Ahok," ujarnya.
Sebaiknya, Ahok pun tak bermain media sosial yang dapat membuatnya dihadapkan langsung dengan publik.
"Yang kedua jangan main medsos lagi, termasuk Youtube karena Youtube itu ya platform yang langsung ke masyarakat gak ada sensor sama sekali," ujar M Qodari.
Ia menambahkan bahwa Ahok tampaknya hanya memikirkan sesuatu yang dianggap benar oleh pribadi.
"Intinya track record Ahok itu baik yang diketahui publik maupun yang tidak diketahui publik menunjukkan bahwa dia orang yang tidak punya sensitivitas terhadap publik, yang dia pikirkan cuma dirinya aja. Apa yang dia mau, mau, dia kerjakan," ujarnya.
Meski satu sisi memiliki nilai baik, untuk pejabat publik sikap tersebut kurang tepat. "Tapi untuk pejabat publik, rasa-rasanya itu berbahaya apalagi sekarang kita hidup di dunia yang tanda kutip banyak pembelahan-pembelahan," tambah M Qodari.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum