Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Terawan Menghilang dari Mata Najwa, Netizen: Sukma Menkes yang Diwawancara

Terawan Menghilang dari Mata Najwa, Netizen: Sukma Menkes yang Diwawancara Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga

Lebih lanjut, Najwa melontarkan beberapa pertanyaan terkait pernyataan Menkes soal pandemi corona yang dianggap bukan ancaman besar. Najwa menilai apakah Indonesia juga kecolongan atas pandemi corona ini di awal yang seharusnya bisa ditangani lebih tanggap.

Ada pula pertanyaan berupa bagaimana klarifikasi informasi soal usulan Menkes Terawan bahwa Indonesia tidak perlu melakukan karantina wilayah. Najwa juga mempertanyakan kenapa Indonesia bisa tertinggal dari negara lain dalam penanganan Covid-19.

Ia juga menyinggung sikap Presiden Joko Widodo yang sempat menegur Terawan di hadapan publik hingga soal perlindungan tenaga kesehatan yang belum maksimal.

"Pak Terawan ada banyak menteri kesehatan yang mundur karena penanganan Covid-19. Misalnya Menteri Kesehatan New Zealand, Ceko, Polandia, Brazil, Chile, Pakistan, Israel, Kanada. Apakah penanganan kita lebih baik dari negara-negara yang Menkes-nya mundur?"

"Yang jelas bukan hanya desakan ke Presiden tetapi juga publik di antaranya lewat petisi meminta kebesaran hati Anda untuk mundur saja. Siap mundur, Pak? Atau bagaimana Anda bisa meyakinkan publik bahwa memang masih layak menjalankan atau menduduki posisi yang berat ini?" tanyanya.

Selain itu, Najwa juga mengunggah potret sederet pertanyaan di akun Instagramnya.

View this post on Instagram

Teman-teman, cukup banyak alasan mengapa diperlukan kehadiran pejabat negara untuk menjelaskan kebijakan yang berimbas kepada publik. Mengundang dan/atau meminta pejabat untuk menjelaskan kebijakan yang diambilnya adalah tindakan normal di alam demokrasi. Jika tindakan itu dianggap politis, penjelasannya tidak terlalu sulit. Pertama, jika “politik” diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangan untuk Pak Terawan memang politis. Namun tak selalu yang politik terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan. Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik. Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik. Kedua, setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan. Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya. Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya. Ketiga, tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi. Selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang. Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka. Keempat, warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara. Warga boleh mengajukan kritiik dalam berbagai bentuk, bisa dukungan, usulan, bahkan keberatan. Padu padan dukungan, usulan, atau keberatan itu tak ubahnya vitamin yang -- kadang rasanya dominan pahit tapi kadang juga manis -- niscaya menyehatkan jika disikapi sebagai proses bersama. #MataNajwaMenantiTerawan #CatatanNajwa

A post shared by Najwa Shihab (@najwashihab) on Sep 28, 2020 at 2:27am PDT

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: