Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Payah, Trump Terang-terangan Gak Berani Akui Supremasi Kulit Putih di AS

Payah, Trump Terang-terangan Gak Berani Akui Supremasi Kulit Putih di AS Kredit Foto: Antara/Kevin Lamarque
Warta Ekonomi, Washington -

Debat perdana calon Presiden Amerika Serikat (AS) Selasa malam waktu AS, atau Rabu (30/9/2020) pagi WIB banyak mendapat kritikan. Karena lebih banyak berisi saling sela dan cela. Salah satu isu yang disorot adalah mengenai isu rasisme supremasi kulit putih.

Saat Presiden AS Donald Trump ditanya, apakah dia akan mengutuk kebangkitan gerakan rasisme supremasi kaum kulit putih dan kelompok milisi yang belakangan marak di AS, presiden AS dari Partai Republik itu tak menjawab tegas.

Baca Juga: Pengamat Politik Timur Tengah Akui Trump Kontroversial, tapi Dapat Diandalkan

Alih-alih menjawab, sorot kantor berita Qatar, Al Jazeera, dia malah menyalahkan "kelompok sayap kiri", hingga terjadi kekerasan di kota-kota AS selama beberapa bulan terakhir.

Hal ini bahkan langsung ditanggapi calon Wakil Presiden AS dari Partai Demokrat, Kamala Harris, saat diwawancara CNN usai debat, "Saya mendengar apa yang kita semua dengar. Presiden Amerika Serikat menolak mengutuk gerakan supremasi kulit putih," kritiknya.

Saat acara debat, Chris Wallace, moderator debat bertanya kepada Trump. “Apa Anda bersedia malam ini mengutuk gerakan supremasi kulit putih dan kelompok milisi, dan menyatakan, mereka perlu mundur dan tidak menambah kekerasan seperti yang kita lihat di Kenosha dan Portland?”

Pertanyaan ini dijawab Trump, "Hampir semua yang saya lihat adalah dari sayap kiri, bukan dari kanan. Saya bersedia melakukan apa saja. Saya ingin melihat kedamaian."

"Kalau begitu, lakukan, Pak," Wallace mendesak Trump, sebelum penantangnya dari Democrat, Joe Biden, menimpali. “Lakukan! Lakukan! Katakan (kepada mereka)!,” kata Biden.

Trump membalas, “Anda ingin meminta mereka. Kelompok yang mana yang Anda mau? Sebutkan ke saya nama kelompoknya,”

Lalu Biden pun menyebut, "Proud Boys," mengacu pada kelompok sayap kanan.

Untuk diketahui, Proud Boys adalah sebuah organisasi neo-fasis sayap kanan jauh (far-right) yang hanya dikhususkan untuk laki-laki dan mempromosikan kekerasan politik. Organisasi ini berbasis di Amerika Serikat dan memiliki cabang di Kanada, Australia, dan Britania Raya.

Kelompok ini dibentuk pada 2016 oleh salah satu pendirinya, Vice Media dan mantan komentator Gavin McInnes, yang mengambil nama kelompok tersebut dari judul lagu "Proud of Your Boy" dari film Disney, Aladdin.

Proud Boys dijadikan sebagai bagian dari Alt-right. Namun pada awal 2017, McInnes mulai menjauhkan diri dari Alt-right, dengan alasan, fokus Alt-right adalah rasisme, sementara fokusnya adalah "nilai-nilai Barat".

Istilah Alt-right, singkatan dari Alternative Right atau Alternatif Kanan, adalah gerakan nasionalis kulit putih sayap kanan yang juga berbasis di Amerika Serikat.

Kelompok ini mendukung nasionalisme kulit putih, supremasi kulit putih, separatisme kulit putih, populisme sayap kanan, pembatasan imigrasi yang ketat, rasisme, anti-komunisme, anti-Zionisme, penolakan Holocaust, xenophobia, anti semitisme, anti feminisme, homofobia, hingga Islamophobia.

“Proud Boys, mundur! Tapi tetaplah bersiap! Tapi saya kasih tahu Anda, seseorang harus melakukan sesuatu tentang Antifa dan kiri. Karena ini bukan [masalah] sayap kanan…. Ini adalah masalah sayap kiri,” lanjut Trump.

Sepanjang terjadinya gelombang protes anti-rasisme, juga muncul kelompok Antifa. Meski hanya ada sedikit bukti, Trump dan Partai Republik menegaskan, Antifa yang harus disalahkan atas maraknya demonstrasi berujung kekerasan berbulan-bulan di AS.

Dikutip dari media Amerika, New York Times, Antifa adalah singkatan dari anti-fasis. Misi mereka adalah membela kelompok minoritas yang tertindas dan menentang rasialisme. BBC mencatat, kelompok ini punya sejarah di Eropa dalam melawan fasisme pada 1920 dan 1930-an.

Kelompok Antifa di Amerika Serikat menjadi perbincangan setelah diancam dimasukkan ke daftar teroris oleh Trump. Mereka dituding sebagai bagian kekacauan pada aksi protes menentang pembunuhan warga kulit hitam oleh polisi.

Rencana Trump itu banyak menimbulkan tanda tanya dan keraguan. Pasalnya, Antifa sejatinya bukanlah organisasi terstruktur, melainkan aksi massa yang muncul tanpa pemimpin dan hierarki organisasi.

Selain itu, pengamat mengatakan label teroris hanya dialamatkan untuk kelompok milisi di luar negeri, bukan dalam negeri.

Sebelumnya, Trump melontarkan pernyataan bahwa ada orang baik “di kedua belah pihak", setelah unjuk rasa supremasi kulit putih di Charlottesville, Virginia, hingga menewaskan seorang peserta demo tandingan.

Dia kemudian mengklarifikasi bahwa dia tidak berbicara tentang neo-Nazi dan nasionalis kulit putih, karena mereka menurutnya memang harus dikutuk sepenuhnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: