Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Melestarikan Kain Sasirangan, Kain Adat Suku Banjar di Kalimantan Selatan

Melestarikan Kain Sasirangan, Kain Adat Suku Banjar di Kalimantan Selatan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hari ini 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional (HBN). Hari dimana batik ditetapkan sebagai warisan kebudayaan. Ketetapan ini diputuskan pada 2 Oktober 2009 lalu oleh United Nations Educational Scientific and Cultural (UNESCO). 

Indonesia dikenal dunia sebagai negara dengan kekayaan budaya dan akar tradisinya yang melahirkan berbagai produk wastra. Tidak terkecuali di Kalimantan Selatan, yang dikenal dengan sebutan ‘sasirangan’. Kain sasirangan memiliki nilai sejarah yang cukup panjang sebelum akhirnya diproduksi massal oleh masyarakat terutama mereka yang berada di perdesaan gambut. Baca Juga: Peluang Bisnis Online, Produk Batik di Tokopedia Laris Manis  

Kain sasirangan merupakan kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang diwariskan secara turun temurun sejak abad ke-12. Saat itu daerah ini dipimpin Lambung Mangkurat sebagai Patih Negara Dipa. Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat Kalimantan Selatan, kain Sasirangan pertama kali dibuat oleh Patih Lambung Mangkurat setelah bertapa 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu. 

Jelang akhir persemediannya itu, ia mendengar suara perempuan yang keluar dari segumpal buih. Perempuan itu diketahui adalah Putri Junjung Buih yang kelak menjadi Ratu di daerah ini. Komunikasi antara Lambung Mangkurat dan Putri Junjung Buihpun terjadi. Lama mengobrol dengan Lambung Mangkurat, Sang Putri belum juga menampakkan wujudnya. 

Lambung Mangkurat penasaran, akhirnya dia meminta Sang Putri untuk menampakkan wujudnya, namun Sang Putri akan menampakan fisiknya dengan syarat dibuatkan selembar kain yang ditenun dan dicelup (diwarnai) oleh 40 putri dengan motif wadi atau padiwaringin. Permintaan itu harus selesai dalam waktu satu hari. 

Kain yang dicelup itu kemudian dikenal sebagai kain sasirangan. Atas nilai historis itulah akhirnya kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Badan Restorasi Gambut (BRG)

Seiring dengan perkembangan zaman akhirnya, kain sasirangan dipertahankan sebagai nilai budaya masyarakat Kalimantan Selatan terutama suku Banjar. Masyarakat memproduksi secara massal kain sasirangan. Usaha warga tak sia-sia, kini, kain tersebut dikenal masyarakat luas, tak hanya oleh masyarakat Indonesia, beberapa negara juga telah mengenal kain sasirangan melalui pameran maupun saat berkunjung ke Kalimantan Selatan. 

Dalam keterangan resminya, Jumat (2/10/2020), Badan Restorasi Gambut (BRG) sebagai lembaga non-struktural yang bekerja untuk mengkoordinasi dan memfasilitasi restorasi gambut juga terlibat melestarikan dan mempromosikan kain sasirangan. Sejak 2018 lalu, BRG melatih masyarakat di desa-desa gambut membuat kerajinan kain sasirangan. 

BRG mendukung pembentukan Kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang memproduksi kain sasirangan di sejumlah Desa Peduli Gambut di Kalimantan Selatan. Berbagai pelatihan dan akses pasar dihubungkan kepada kelompok yang banyak diisi oleh generasi milenial ini. 

“Kami memberikan bantuan peralatan seperti mesin jahit dan sekarang dalam proses mengirimkan paket kamera digital untuk memudahkan pelaku UMKM menghasilkan foto produk yang bagus. Hal ini kami lakukan setelah sebelumnya memberikan pelatihan pemasaran digital,” demikian Yuyus Afrianto, Plt. Kepala Sub Kelompok Kerja yang mengurusi Kemitraan dan pemberdayaan UMKM di BRG.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: