Tahun 2020 menjadi periode menantang bagi para pelaku bisnis di hampir semua sektor. Di tengah tantangan tersebut, ada secercah kabar baik yakni pemerintah Indonesia berencana untuk menyuntikkan vaksin covid-19 ke 180 juta orang sekitar akhir tahun 2020 atau awal tahun 2021 mendatang.
Lantas, apa yang harus dilakukan para pelaku bisnis untuk menyambut era post-pandemi Covid-19 pada tahun 2021 mendatang?
Berikut ini hasil wawancara Jurnalis Warta Ekonomi, Annisa Nurfitriyani, bersama dengan CEO & Founder Biznis.id, Budi Satria Isman pada program KOL Stories.
Secara umum, apakah Anda melihat para pelaku bisnis di Indonesia sudah cukup adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan pandemi Covid-19 tahun ini?
Sejak Covid-19 diumumkan pemerintah, bulan April-Mei itu merupakan periode paling sulit. Masalah Covid-19 bukan terletak pada demand. Sebenarnya, permintaan tetap ada. Cuma masalahnya orang tidak bisa keluar, orang tidak bergerak, dan mobilitas berkurang.
Pertama, para pelaku bisnis yang mempunyai bisnis offline kemudian menjajaki bisnis online, memakai e-commerce dan internet marketing itu biasanya lebih adaptif. Tapi kalau dikelompokkan UMKM yang sekitar 60 juta ini mungkin 60-70% belum siap beradaptasi. Jadi, tidak heran jika melihat data pemerintah bahwa sekitar 50% pelaku UMKM itu menutup usaha untuk sementara. Kemudian sekitar 60% pelaku UMKM itu mengurangi jumlah karyawan.
Kedua, kelompok pebisnis dengan owner atau pemilik yang cukup melek teknologi sehingga lebih cepat beradaptasi. Walaupun, misalnya kondisi mereka yang punya toko offline belum siap melakukan bisnis secara online, tapi karena sudah melek teknologi dan sudah terbiasa dengan media sosial maka mereka lebih cepat beradaptasi. Sisanya, sulit beradaptasi.
Menurut Anda, apa sektor yang paling adaptif dan inovatif dalam menghadapi tantangan pandemi Covid-19 sehingga bisa menjadi benchmark bagi sektor-sektor lain?
Secara umum, ada kategori bisnis yang betul-betul terkena dampak Covid-19 secara langsung seperti sektor pariwisata, hotel, dan transportasi. Sektor-sektor tersebut bisa dikatakan terkena dampak paling parah sehingga tidak bisa jalan sama sekali. Sektor yang terkena dampak langsung ini betul-betul mau pakai teknologi apapun tidak bisa berubah sedemikian rupa.
Di luar kelompok itu ada perusahaan besar seperti tambang, perkebunan, dan segala macam. Kita ambil yang paling besar misalnya ritel, perdagangan, makanan dan minuman, serta manufaktur. Nah, kelompok ini sebetulnya tergantung ke perusahaan masing-masing.
Saya punya banyak contoh teman-teman yang tadinya 100 persen jualan offlline. Kebetulan dia sangat tergantung kepada turis sehingga selama bulan April bisnis mereka hancur. Akan tetapi dengan manajemen dan tim yang tangkas mereka mengatur strategi yang tepat sehingga bisa kembali walaupun belum pulih 100%. Saya pantau bisnis mereka sudah di kisaran 70-80% dari posisi normal walaupun kondisi pandemi seperti saat ini.
Jadi kalau yang paling adaptif yang mana, sebetulnya yang adaptif itu tergantung ke masing-masing individu. Misalnya, ada 1.000 warung makanan dan minuman di suatu wilayah. Dari seribu warung tersebut ada yang bisa adaptasi namun ada juga yang tidak mampu beradaptasi. Dan itu semua tergantung kepada orangnya.
Nah, seharusnya teman-teman dengan skala bisnis lebih kecil bisa beradaptasi lebih cepat karena mereka tidak punya beban sebesar perusahaan besar. Perlu diakui, perusahaan besar akan lebih lambat dalam melakukan adaptasi.
Di luar itu, ada juga kelompok bisnis yang dalam situasi seperti sekarang ini sangat diuntungkan. Misalnya, mereka yang menjual alat kesehatan dan obat-obatan.
Lalu, apa yang harus dilakukan agar manajemen bisa cepat beradaptasi dengan keadaan seperti saat ini pak?
Dalam situasi krisis seperti saat ini, hal pertama yang harus kita lihat adalah dampak krisis terhadap bisnis kita: apakah dampaknya jangka pendek atau jangka panjang? Kalau jangka pendek maka kita harus berpikir bagaimana caranya agar bisa survive terlebih dulu.
Misalnya, sektor travel. Kita perkirakan kalau pemerintah punya vaksin maka bisa saja bisnis travel akan kembali melejit. Apalagi, banyak sekali survei yang menyebutkan bahwa orang sudah mulai bosan terus-menerus berada di dalam rumah. Mereka ingin segera pergi liburan dan lain segala macam.
Kalau vaksin selesai maka bisa saja orang segera berbondong-bondong melakukan "liburan balas dendam". Artinya, ada persoalan jangka pendek dan kita perlu mencari jalan supaya bisa survive terlebih dulu. Minimal jangan mati, itu intinya.
Kedua, kita lihat dari mana asal pendapatan usaha. Misalnya, apabila krisis ini berdampak terhadap pendapatan maka kita harus melakukan perubahan. Saya sering mengusulkan ke teman-teman travel agent kalau untuk survive harus berjualan makanan, sarung tangan, dan masker ya sudah tidak apa-apa. Yang penting bisa survive dulu.
Atau mereka mencari jalan untuk menggunakan aset dan pengetahuan mereka guna bisa mencari kategori bisnis yang dibutuhkan di dalam krisis ini. Jadi, yang penting menyelamatkan revenue income.
Ketiga, kita harus mengelola biaya yang sangat ketat karena untuk survival maka kita harus berkorban. Misalnya, pahit-pahitnya kita harus mengurangi jumlah pegawai, iya itu tidak apa-apa. Ingat, yang penting survive dulu.
Kemudian manajemen harus punya strategi yang bisa dikelompokkan ke dalam tiga fase. Fase pertama survival untuk menyelamatkan diri, cash flow itu penting banget. Setelah itu, di kuartal IV-2020 ini harusnya sudah masuk ke masa recovery. Karena sebagian teman ini sudah recovery, memang belum full tapi sudah mulai sambil menyiapkan diri untuk rencana tahun depan.
Makanya, kita harus menyiapkan tiga bulan di akhir tahun ini untuk menapaki tahun depan. Karena tahun depan itu akan berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Walaupun kita harap vaksin ada, namun tetap saja kehidupan normal ini tidak akan kembali normal seperti dulu lagi. Pasti, kehidupan akan berubah. Jadi, kita harus menyesuaikan diri dengan model bisnis yang baru, produk baru, cara jualan yang baru, atau kanal penjualan baru.
Ada lagi yang harus diperhatikan manajemen yakni prudent investing, kita harus investasi dengan hati-hati dulu sampai akhir 2021. Kalau mau ekspansi boleh saja tapi harus hati-hati sekali, lakukan perhitungan terlebih dulu.
Karena belum tahu bagaimana penyesuaian kehidupan kita di era post-pandemi. Makanya, perencanaan itu sangat penting untuk menyambut tahun depan. Investasi harus prudent.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: