Anak- anak usia bawah lima tahun (balita) sangat rentan sekali berbagai penyakit sehingga akan berdampak tumbuh kembang tergadap anak tersebut. Hal ini, orang tua wajib manjaga kesehatan anaknya dengan pola makan dan memberi asupan gizi yang baik. Saat pandemi Covid-19 melanda keluarga lebih fokus mencari kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi, dengan kesibukan itu orang tua masih kurang memperhatikan pola makan balita dan membentuk pola makan yang tidak sehat bagi anak-anak di masa mendatang. Baca Juga: Tegakkan Protokol Kesehatan Lewat Aplikasi, Luhut: Jakarta Akan Jadi yang Pertama
Nutrition Officer UNICEF Field Office Java, dr. Karina Widowati, M.P.H secara tegas mengatakan, karena kehilangan mata pencaharian dan pendapatan tersebut, maka banyak orang tua yang sulit untuk memenuhi keberagaman minimal (hewani, nabati, biji-bijian atau umbi) makanan untuk anak-anak mereka.
Pemberian makanan yang sehat dan seimbang sejak awal kehidupan, bisa mencegah timbulnya malnutrisi seperti obesitas remaja dan anemia zat besi. Bahkan hingga timbul penyakit degeneratif di masa depan seperti diabetes, osteoporosis, hipertensi. Baca Juga: Sederhana Tapi Penting! Ini Protokol Kesehatan yang Wajib Dipatuhi saat di Kantor
“Dalam kondisi normal saja atau bukan saat pandemi, keberagaman minimal makanan yang bisa dipenuhi untuk anak-anak masih tidak sampai 50 persen. Bahkan tidak sampai 40 persen seingat saya. Kondisi pandemi seperti saat ini, perkiraan saya akan malah memperparah. Ini perkiraan saya saja ya, karena untuk yang balita memang belum ada survei penelitiannya. Kalau yang untuk remaja sudah ada,” terang Karina Widowati saat mengisi materi Makanan Sehat dan Bergizi untuk Balita di Masa Pandemi, pada acara Geliat Airlangga Webinar Series, Rabu (7/10/2020) di Surabaya.
Karina menambahkan, untuk yang usia remaja sudah ada penelitiannya. Dan hasilnya, memang ada perubahan preferensi makanan yang diasup. Saat pandemi ini remaja di Indonesia memang lebih banyak mengonsumsi makanan di rumah, namun makanan yang dikonsumsi lebih banyak berupa process food (sarden dan makanan kaleng), padahal seharusnya memperbanyak fresh food.
“Kalau yang remaja kan sudah bisa memilih sendiri, tetapi kalau yang balita ini jika berpedoman pada food security, akan mengikuti pilihan orang tuanya. Pilihan orang tua itu berkorelasi pada kemampuan daya beli. Karena tidak punya cukup uang, maka kemampuan daya beli berkurang saat pandemi ini, sehingga kemungkinan akan semakin besar pula prosentase berkurangnya keberagaman asupan makan anak-anak balita ini,” jelas Karina Widowati.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil