Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waspada Pandemi Melanda, Orangtua Tetap Jaga Asupan Gizi Anak

Waspada Pandemi Melanda, Orangtua Tetap Jaga Asupan Gizi Anak Kredit Foto: Mochamad Ali Topan

Data yang dimiliki UNICEF tahun 2017, secara global hanya 1 dari 3 anak usia 6-23 bulan yang mengkonsumsi makanan yang memenuhi kriteria minimum untuk keberagamana makanan yang dikonsumsi, untuk tumbuh dan berkembang optimal. Sementara untuk bayi usia 6-11 bulan, hanya terdapat 18 persen saja yang mengkonsumsi daging dan 11 persen  mengkonsumsi telur.

Sementara di Indonesia menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, dari 23,8 juta balita lebih dari 40 persen diantaranya diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan. 

“Ini berbahaya. Ini meningkatkan resiko alergi pada bayi tersebut. Ususnya belum siap. Sel-sel akan bereaksi ketika diberi asupan makanan selain ASI, karena menganggap itu benda asing. Sistim pencernaan pada bayi kurang dari 6 bulan sangat sensitif. Jika makanan padat diberikan sebelum 6 bulan, maka bayi akan terserang obesitas lebih tinggi di masa dewasa,” jelasnya.

Sebanyak 40 persen anak usia 6-24 bulan mempunyai pola makan dengan keberagaman makanan yang rendah dan 28 persen tidak diberikan makanan dengan frekuensi dianjurkan.

“Bahkan balita-balita dari keluarga kuintil atas, seringkali juga tidak mendapatkan variasi minimal makanan yang dianjurkan. Rendahnya kualitas pola makan pada balita di Indonesia ini merupakan ancaman besar bagi kemampuan anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal,” terang Karina.

Penanggulangan malnutrisi pada balita (anak dan remaja) melalui investasi pada pola makan sehat (keberagaman, porsi dan kualitas makanan), menurut Karina adalah kunci bagi pencapaian tumbuh kembang anak-anak secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, serta akan mengurangi bencana terjadinya penyakit degeneratif di masa depan.

Selain keberagaman asupan makanan, hal lain pada anak balita yang harus diperhatikan saat pandemi adalah pemenuhan kebutuhan olahraga dan kesehatan mental anak sejak dini. 

Dosen Fakultas Psikologi Unair Afif Kurniawan, M.Psi, Psikolog mengatakan,  kebugaran jasmani dan kesejahteraan psikologis anak usia dini di masa pandemi harus diperhatikan dan dijaga.

“Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga stress di masa pandemi ini. Aksi  reaksi anak muncul karena pembatasan-pembatasan di masa pandemi. Harus ada strategi aplikasi gerak anak di masa pandemi yang harus dipahami orang tua,” terang Afif Kurniawan.

Menurutnya, sekitar 55,5 persen aktivitas fisik itu justru mendukung prestasi akademik, sementara dirinya khawatir anak-anak saat pandemi terbatas dalam aktivitas gerak. Padahal anak-anak untuk mengembangkan ketrampilan itu dengan cara bergerak dan bermain bersama teman-temannya.

Pandemi ini lanjut  Afif, menuntut orang tua harus terlibat lebih banyak terhadap tumbuh kembang anak. Orang tua harus mengenal betul perkembangan gerak. Orang tua harus memberikan kesempatan anak-anak untuk melakukan aktivitas gerak fisik, karena saat ini gerak mereka bersama teman-teman sebaya sangat dibatasi. 

Harus ada rencana aktivitas gerak untuk anak-anak yang dibuat oleh orang tua bersama dan harus selaras dengan anak-anak. Caranya, dengan memanfaatkan benda-benda yang dimiliki anak dan kegiatan itu harus memiliki tujuan. Aktivitas anak saat ini akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang mereka saat dewasa nanti.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: