Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Serikat Buruh Ini Desak Jokowi Batalkan Pengesahan UU Cipta Kerja

Serikat Buruh Ini Desak Jokowi Batalkan Pengesahan UU Cipta Kerja Kredit Foto: Antara/Biro Pers/Kris
Warta Ekonomi -

Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang pembatalan pengesahan UU Cipta Kerja.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KRPI, Saepul Tavip, menyebut jika UU Cipta Kerja tersebut tetap disahkan oleh pemerintah maka pihaknya akan melakukan uji materi.

"Apabila pemerintah bersikeras mengundangkan peraturan tersebut maka kami akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata Saepul lewat keterangan tertulis hari Rabu, 7 Oktober 2020.

Baca Juga: Anak Buah Prabowo ini Sebut UU Ciptaker Sudah Ditunggu Para Pelaku Usaha

Selain berdampak pada 79 undang-undang eksisting, penerapan omnibus law juga menuai protes, termasuk pekerja. Sebab, kata dia, pembahasannya tidak membuka ruang publik dalam penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tersebut.

Penolakan dari berbagai pihak, lanjut dia, diredam dengan janji akan membuka ruang untuk memberi masukan secara terbuka dalam proses pembahasan.

"Berbagai usulan masyarakat seperti angin lalu, meskipun argumentasi filosofis, juridis, maupun sosiologis telah disampaikan berbagai pihak jauh lebih kuat karena bernafaskan konstitusi UUD 1945, ketimbang muatan Naskah Akademik dan RUU Cipta Kerja yang dibuat Pemerintah," ungkap dia.

Sama dengan lapisan masyarakat lainnya, KRPI hanya mendapatkan draf yang katanya draft final RUU Cipta Kerja. "Dan katanya dibagikan ke media oleh salah satu pimpinan Baleg DPR RI. Pertanyaan dasar: dapatkah suatu RUU disahkan sebagai UU tanpa ada draf final?" lanjut dia.

Jika draf yang katanya draf final RUU Cipta Kerja tersebut sudah beredar benar adanya, pertanyaan berikutnya, adalah soal klaster ketenagakerjaan.

"Kenapa isi draf final berbeda dengan keputusan rapat panja RUU Cipta Kerja, Minggu, 27 September 2020, di Hotel Swissbell Tangerang," katanya.

Dia menilai ada indikasi sabotase keputusan panja terhadap klaster ketenagakerjaan. Misalnya Pasal 59 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Pasal 66 tentang alih daya (outsourcing). Putusan Panja adalah kembali ke UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun, sambung dia, menurut draf final, syarat PKWT maksimal 3 tahun dihapus dan hanya ada sekali perpanjangan PKWT, outsourcing tanpa batasan, berlaku bagi jenis pekerjaan apapun (core dan non core).

"Yang di UU 13/2003 jelas batasannya," lanjut dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: