Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PBNU Kecewa dengan Pengesahan UU Omnibus Law, Katanya...

PBNU Kecewa dengan Pengesahan UU Omnibus Law, Katanya... Kredit Foto: Sufri Yuliardi

Pemerintah menjamin investasi dan diskresi menteri tanpa batas bagi pelaku usaha tambang yang menjalankan usaha hulu-hilir secara terintegrasi untuk mengekstraksi cadangan mineral hingga habis.

"Ini mengabaikan dimensi konservasi, daya dukung lingkungan hidup, dan ketahanan energi jangka panjang. Pemerintah bahkan mendispensasi penggunaan jalan umum untuk kegiatan tambang, yang jelas merusak fasilitas umum yang dibangun dengan uang rakyat," ujarnya.

Baca Juga: Amukan Risma ke Pendemo Omnibus Law: Kamu Tega Sekali!

Dengan demikian, kata dia, upaya menarik investasi tidak boleh mengarbankan ketahanan pangan berbasis kemandirian petani. Pasal 64 UU Ciptaker yang mengubah beberapa pasal dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan berpotensi menjadikan impor sebagai soko goro penyediaan pangan nasional. Perubahan Pasal 14 UU Pangan menyandingkan impor dan produksi dalam negeri dalam satu pasal.

"Ini akan menimbulkan kapitalisme pangan dan memperluas ruang perburuan rente bagi para importir pangan," tegasnya.

Semangat UU Cipta Kerja adalah sentralisasi, termasuk dalam masalah sertifikasi halal. Pasal 48 UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengokohkan pemusatan dan monopoli fatwa kepada satu lembaga.

Sentralisasi dan monopoli fatwa, di tengah antusiasme industri syariah yang tengah tumbuh, dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi.

Selain itu, negara mengokahkan paradigma bias industri dalam proses sertfikasi halal. Kualifikasi auditor halal sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga, atau pertanian.

"Pengabaian sarjana syariah sebagai auditor halal menunjukkan sertifikasi halal sangat bias industri, seolah hanya terkait proses produksi pangan, tetapi mengabaikan mekanisme penyediaan pangan secara luas," katanya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: