Vaksinasi, baik lewat cara suntik maupun tetes di mulut, bertujuan agar ada pembentukan antibodi dalam tubuh. Dengan begitu, akan terjadi proses imunisasi yang efektif mencegah penyakit tertentu; membentuk perlindungan diri atas risiko ataupun penularannya.
Sayangnya, mitos dan hoaks soal vaksin banyak beredar. Masyarakat pun memerlukan informasi yang akurat supaya memahami vaksin sehingga tak takut pada hal itu.
Juru Bicara Satgas COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro menjelaskan, "jika masyarakat melakukan vaksinasi, tidak hanya melindungi orang yang diimunisasi, tetapi juga bagi lingkungannya, terutama karena ini membantu mengurangi penyebaran penyakit. Semakin banyak orang yang divaksinasi maka penyebaran penyakitnya akan semakin sedikit."
Baca Juga: Sebelum Vaksin Covid-19 Ada, Bamseot: 'Vaksin' Kita Adalah Protokol Kesehatan
Baca Juga: Trump Ngide: Saya Kasih Obat Ekperimental Corona Gratis
Reisa menyebut vaksin sebagai alat pembentuk antibodi dalam melawan penyakit tertentu. Sementara itu, vaksinasi adalah proses pemberian vaksin, sedangkan imunisasi adalah proses di dalam tubuh yang merupakan hasil dari vaksinasi. Proses pembuatan vaksin sendiri selalu melalui berbagai tahapan panjang, sebelum produksi dan distribusi ke publik berjalan.
“Vaksin didapat melalui berbagai teknik sesuai dengan jenis vaksin yang hendak dihasilkan, prosesnya panjang, bertahap, harus memenuhi prosedur yang ketat hingga dapat diproduksi serta didistribusikan ke masyarakat, ini untuk memastikan bahwa vaksin aman dan efektif untuk digunakan," kata Reisa.
Dalam melakukan edukasi mengenai vaksin, ada dua tantangan, yaitu: mitos dan hoaks soal vaksin. Mitos dan hoaks ini seringkali muncul dan menjadi pembicaraan di ruang-ruang digital seperti media sosial dan grup percakapan aplikasi tertentu.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Henri Subiakto berujar, "hoaks merupakan persoalan yang serius, termasuk juga informasi seputar pandemi yang sudah diselewengkan dan (itu) jumlahnya banyak. Hal itu dapat menyebabkan ketidakpercayaan."
Lebih jauh, menurutnya, bukan bertanya pada ahli, orang-orang malah mencari info sendiri atau bertanya kepada sumber yang tidak jelas.
"Kita seharusnya bersikap skeptis, kritis dan selalu melakukan cek dan recheck, selalu lakukan konfirmasi tanyakan pada ahlinya, kalau penyakit maka ahlinya ya dokter," ujarnya lagi.
Lebih lanjut, seringkali ada sejumlah mitos yang orang anggap sebagai fakta, termasuk efek samping dari vaksin yang katanya justru membuat sakit.
Reisa menyatakan, ”demam adalah fakta tetapi sebenarnya merupakan reaksi umum yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Kondisi ini tidak menimbulkan risiko fatal dan mudah ditangani”.
Masih banyak mitos lain seputar vaksin. Nah, Reisa menyarankan masyarakat tidak ragu bertanya kepada dokter mengenai hal ini.
Kemudian, Hendri menjelaskan pandangannya, ”masyarakat akan sehat kalau memiliki pemahaman yang benar dan berasal dari sumber yang benar. Kemudian jangan percaya pada informasi-informasi yang belum tentu benar, menakut-nakuti, atau bahkan mengabaikan. Terakhir, percayalah pada ahlinya.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Tanayastri Dini Isna