Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Nggak Ada Bosennya, PSI Bongkar 10 Borok Anies Baswedan, Gila, Ada yang Soal Duit!

Nggak Ada Bosennya, PSI Bongkar 10 Borok Anies Baswedan, Gila, Ada yang Soal Duit! Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari

3. Nasib dana commitment fee Formula E Rp 560 M masih belum jelas.

Pemprov DKI telah menyetorkan uang commitment fee Rp 360 miliar dan Rp 200 miliar kepada panitia Formula E. Sementara, penyelenggaraan Formula E tahun 2020 dibatalkan, sedangkan untuk 2021 serba tidak pasti.

Namun demikian, belum terlihat kesungguhan niat dari Gubernur Anies untuk mengembalikan uang Rp 560 miliar tersebut. Tindakan itu kontras dengan pemotongan tunjangan PNS tahun 2020 sebesar 50% karena defisit anggaran.

Perlu dipahami bahwa dibutuhkan anggaran yang cukup besar untuk menangani pandemi Covid-19. Mulai dari pelaksanaan tes swab, penyediaan tempat isolasi, pelayanan rumah sakit, hingga bantuan sosial bagi warga. Di tengah kondisi perekonomian sedang sulit akibat pandemi Covid-19, PSI menyayangkan Gubernur Anies tidak memiliki sense of urgency dan kemauan untuk mengelola anggaran secara cermat dan hemat.

4. Prioritas anggaran tidak jelas.

Di APBD 2020, contoh buruknya prioritas anggaran di Pemprov DKI bisa dilihat pada besarnya anggaran event yang mencapai Rp 1,5 triliun (termasuk Formula E Rp 1,2 triliun). Bahkan, demi Formula E, Gubernur Anies memotong anggaran pembangunan sekolah dan gelanggang olahraga masing-masing sebesar Rp 455,4 miliar dan Rp 320,5 miliar.

Di sisi lain, anggaran sangat minim untuk normalisasi dan tanggul pantai guna mengatasi banjir, pembangunan Light Rail Transit (LRT), dan infrastruktur air bersih. Bahkan, belakangan anggaran pembangunan LRT dan air bersih dihapus akibat defisit APBD.

Selain itu, di dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menggunakan pinjaman dari Kementerian Keuangan, tidak ada pula kegiatan pembangunan normalisasi sungai, tanggul pantai, LRT, dan air bersih. Padahal kegiatan-kegiatan ini sangat dibutuhkan warga Jakarta.

5. Normalisasi sungai mandek selama 3 tahun.

Program normalisasi sungai direncanakan sepanjang 33 kilometer (km). Hingga 2017, sudah dilakukan normalisasi sungai sepanjang 16 km.

Akan tetapi, dari 2018 hingga 2020 tidak ada kegiatan normalisasi sungai. Pada tahun 2020 telah dilakukan pembebasan lahan saluran air 8,2 km.

Namun demikian, tidak jelas apakah pada 2021 telah dialokasikan anggaran normalisasi sungai pada lahan 8,2 km tersebut.

6. Realisasi naturalisasi sungai 0%.

Pada saat kampanye Pilkada, Gubernur Anies menelurkan gagasan naturalisasi sungai yang dianggap sebagai solusi ideal untuk menyelesaikan masalah banjir.

Di berbagai kesempatan, misalnya yang terbaru saat rapat pembahasan penanganan banjir bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang pada 7 Juli 2020, Gubernur Anies menjelaskan bahwa naturalisasi berarti mengganti dinding sungai dari beton menjadi kawasan hijau untuk melindungi ekosistem.

Di sisi lain, di akun instagram pada 26 September 2020, Gubernur Anies memamerkan hasil naturalisasi sungai di Kanal Banjir Barat (KBB) segmen Sudirman-Karet.

Namun, proyek ini berbeda dengan konsep yang dipaparkan oleh Gubernur Anies. Pasalnya, proyek di KBB tersebut berupa perkerasan beton untuk tempat nongkrong dan spot selfie. Sama sekali tidak ditemukan aspek pencegahan banjir dan perlindungan ekosistem di situ.

Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa progres naturalisasi sungai masih 0%. PSI berharap agar Gubernur Anies untuk bersikap jujur dalam menyampaikan informasi kepada publik.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: