Nggak Ada Bosennya, PSI Bongkar 10 Borok Anies Baswedan, Gila, Ada yang Soal Duit!
7. Realisasi program DP 0 Rupiah hanya 0,26%.
Saat awal menjabat, Gubernur Anies menargetkan penyediaan 300.000 rumah selama 5 tahun (detik.com, 1 Februari 2018), atau 60.000 rumah per tahun.
Namun, 3 tahun berselang hanya tersedia 780 rumah atau hanya 0,26% dari target.
Dari angka tersebut, jumlah yang dihuni hanya 278 unit. PSI mempertanyakan apakah Gubernur Anies benar-benar memiliki kemauan untuk menjalankan program DP 0 Rupiah.
8. Pembangunan Light Rail Transit (LRT) fase 2 masih 0%.
Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pembangunan LRT direncanakan sekitar 110 kilometer yang terbagi dalam 7 rute.
Selain RPJMD, proyek ini juga tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) no. 55 tahun 2018 tentang rencana induk transportasi Jabodetabek tahun 2018-2029 dan Perpres no. 56 tahun 2018 tentang Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pembangunan LRT fase 1 yang dimulai 22 Juni 2016 hingga awal 2019 telah merampungkan rute perintis Kelapa Gading-Velodrome 5,8 kilometer dan bangunan depo yang mampu menampung kereta untuk seluruh rute LRT.
Di masa Gubernur Anies, pembangunan LRT fase 2 tidak kunjung dimulai. Padahal, bisa dilihat bahwa proyek ini memiliki dasar hukum yang kuat dan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan, sehingga tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda.
9. Mandeknya penyusunan perda-perda tata ruang, termasuk yang mengatur pulau-pulau reklamasi.
Daftar perda tata ruang yang harus dibahas adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Selama 3 tahun, Gubernur Anies tidak menyerahkan rancangan perda-perda tersebut.
Akibat dari mandeknya pembahasan perda-perda ini adalah mengganggu pengembangan Jakarta dan akan berdampak pada perizinan.
Salah satu akibat dari mandeknya penyusunan peraturan daerah (perda) ini adalah pada Juni 2019 Gubernur Anies menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk 1.000 lebih bangunan di Pulau C dan D hanya memakai Peraturan Gubernur (Pergub) no. 206 tahun 2016, padahal seharusnya izin tersebut diperkuat dengan perda tata ruang yang semestinya sudah selesai dibahas.
Sebelumnya, Gubernur Anies menarik rancangan perda yang mengatur kontribusi tambahan 15% dari pembangunan di pulau-pulau reklamasi.
Akibatnya, Pemprov DKI kehilangan potensi pendapatan puluhan triliun rupiah yang bisa dipakai untuk membangun rusun bagi nelayan dan buruh. Sayangnya, pada saat menarik kontribusi tambahan 15% tersebut, Gubernur Anies tidak mengusulkan bentuk kontribusi tambahan lain sebagai alternatif pengganti.
10. Kontrak Aetra dan Palyja berakhir pada 2023, namun belum ada persiapan untuk mengambil alih pengelolaan air bersih.
Pada tanggal 10 April 2017 keluar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 31K/Pdt/2017 yang memerintahkan pengembalian pengelolaan air bersih dari pihak swasta (Aetra dan Palyja) kepada pemerintah (Pemprov DKI Jakarta).
Salah satu persiapan yang paling penting adalah inventarisasi aset yang dikuasai pihak swasta yang bertujuan untuk mencegah hilangnya aset milik Pemprov DKI.
Sayangnya, baik Pemprov DKI maupun PAM Jaya belum melakukan inventarisasi aset, padahal waktu semakin dekat. PSI mendesak agar Gubernur Anies segera melakukan inventarisasi aset air bersih di Jakarta.
“Berdasarkan evaluasi ini, PSI berharap agar Gubernur Anies memperbaiki kinerja dan transparansi anggaran, baik kepada DPRD maupun warga Jakarta,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil