Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Iklan Galon Sekali Pakai Langgar Etika, Ini Penjelasan Tim Ahli BPOM

Soal Iklan Galon Sekali Pakai Langgar Etika, Ini Penjelasan Tim Ahli BPOM Kredit Foto: Dok. Panpel Wabinar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkembangan dunia periklanan dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat dan luar biasa. Banyak sekali karya-karya pelaku usaha periklanan, baik di media elektronik maupun media cetak yang membuat tercengang dengan kreativitas mereka.

Namun, jika dicermati lebih lanjut dari karya-karya tersebut, sebagian dari produk iklan tersebut telah dianggap melanggar tata krama (kode etik) periklanan di Indonesia, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Baca Juga: Iklan Penipuan Rugikan Investor Kripto Ratusan Juta di Negara Ini

Ada dua gejala umum dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang paling sering terjadi. Di antaranya yaitu yang merendahkan produk pesaing, dan penggunaan atribut profesi atau “setting” tertentu yang menyesatkan atau mengelabui khalayak. Beberapa iklan mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu kebenaran.

Dalam hal kategori produk, pelanggaran paling banyak ditemui pada iklan-iklan obat-obatan dan makanan. Salah satunya seperti apa yang ditayangkan sebuah TV Swasta Nasional dalam program liputan khusus selama berminggu-minggu tentang sampah plastik dan jenis-jenis plastik, di mana di dalamnya terselip slide berjudul “Keunggulan Polyethylene Terephthalate (PET)”. Sayangnya, dalam slide itu tersembunyi sebuah pesan yang jika disimak tengah menyudutkan produk lain dengan menyebutkan bahwa galon berbahan PET tidak mengandung bahan BPA yang berbahaya. Seperti diketahui, Le Mineral baru-baru ini mengeluarkan produk galon sekali pakai berbahan PET. Sementara industri AMDK lainnya seperti AQUA, Club, Prim A, Prius, Vit, dan Oasis, sudah puluhan tahun memproduksi produk galon guna ulang berbahan BPA. Baca Juga: Gegara Kena Boikot Pengiklan Besar, Facebook dan Youtube Setuju Ubah Kebijakan

Sekjen Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Herry Margono mengatakan iklan-iklan seperti yang dibuat galon isi ulang itu sekarang lagi berkembang pesat. Itu namanya disebut dengan native ad, dan itu lagi berkembang. Menurutnya, seringkali iklan-iklan seperti galon sekali pakai itu dibuat seperti berita biasa dengan menyembunyikan statusnya bahwa itu sebenarnya adalah iklan. Padahal, itu harus tegas disebutkan adalah iklan dan harus dibedakan dengan program acara.

“Nah, iklan galon sekali pakai yang ditayangkan salah satu TV swasta itu kan terlihat seolah-olah langsung masuk dalam program acara. Itu tidak boleh dan jelas melanggar etika periklanan,” ujarnya, dalam acara webinar “Perlunya Sanksi Tegas Terhadap Pelanggaran Etika Iklan Produk Pangan” yang digelar Forum Jurnalis Online, Selasa (20/10).

Karena itu, menurutnya, iklan galon sekali pakai itu bukan hanya memberikan informasi yang salah kepada masyarakat tapi juga bagaimana membangun public mind.

“Nah, itu yang bahaya. Iklan itu telah membangun image negatif di masyarakat khususnya terhadap konsumen pengguna galon guna ulang berbahan PC yang disebutkan memiliki Zat Biosphenol-A atau BPA yang berbahaya bagi kesehatan dan pemicu gangguan hormon dan kanker. Itu kan telah membangun persepsi dari fakta-fakta yang salah, itu akan sangat berbahaya,” tukasnya.

Lebih lanjut, soal iklan ini, ia mengakui bahwa dalam pembahasannya dengan tim ahli Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mereka mengatakan bahwa iklan galon sekali pakai itu melanggar etika periklanan produk pangan.

“Kebetulan saya di Badan POM juga masuk dalam tim ahli, dan waktu itu kita bahas itu (soal iklan galon sekali pakai), dan itu dinyatakan melanggar karena dinilai sudah mendiskreditkan produk lain. Itu keputusan Badan Pengawas Badan BPOM. Tapi setelah diputuskan melanggar, mau diapain saya nggak ngerti. Tapi dari tim ahli waktu itu kita putuskan itu melanggar,” ucapnya.

Sementara itu, Anthonius Malau, Koordinator Pengendalian Konten Internet Kemenkominfo, mengatakan Kemenkominfo siap bertindak sebagai algojo atau eksekutor terhadap permintaan Badan POM untuk melakukan pemblokiran terhadap konten-konten yang dinilai telah melanggar Peraturan Perundang-undangan, mulai dari Undang-Undang, PP (Peraturan Pemerintah), Peraturan Menteri atau bahkan Perka (Peraturan Badan POM).

“Berdasarkan statistik yang kami miliki, khusus untuk produk iklan obat atau bahan pangan, dari tahun 2018 hingga saat ini, ada sebanyak 916 kasus yang kami tangani karena melanggar peraturan perundang-undangan,” cetusnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: