Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPPI Mulai Investigasi Lonjakan Impor Kertas Sigaret

KPPI Mulai Investigasi Lonjakan Impor Kertas Sigaret Kredit Foto: Christa Dodoo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan memulai penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards measures) atas lonjakan volume impor kertas sigaret. Penyelidikan itu terhitung dimulai pada tanggal 26 Oktober 2020.

Ketua KPPI Ke­mendag, Mardjoko, menyebut­kan jika penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan atas per­mohonan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) yang mewakili industri dalam negeri penghasil komoditas tersebut.

Baca Juga: Lindungi Hak Kekayaan Intelektual, Bea Cukai Bongkar Upaya Peredaran Pisau Cukur Impor Palsu

Pnyelidikan tindakan pengamanan itu ditujukan untuk produk impor yang mencakup tiga nomor Harmonized System (HS): ex.4813.20.00, ex.4813.90.10, ex.4813.90.90. Uraian dan nomor HS sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017.

"Dari bukti awal permohonan yang diajukan oleh APKI, KPPI menemukan adanya lonjakan jumlah impor barang kertas sigaret. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah impor barang kertas sigaret," ujar Mardjoko.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dalam tiga tahun terakhir (2016—2019) terjadi peningkatan jumlah impor barang kertas sigaret dengan tren sebesar 17,67%. Pada periode Januari—Juni 2020, jumlah impor meningkat sebesar 63,24% dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

Negara asal impor barang kertas sigaret, antara lain Austria dengan pangsa pasar 32,12%, Tiongkok 31,59%, Vietnam 17,97%, Spanyol 12,75%, dan negara lain 5,58%.

Sementara, kerugian serius atau ancaman kerugian serius tersebut, menurut Mardjoko, terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada 2016—2019. Indikator tersebut di antaranya penurunan produksi yang berdampak terhadap menurunnya produktivitas dan kapasitas terpakai, berkurangnya jumlah tenaga kerja, penurunan keuntungan dan berlanjut menjadi kerugian di tahun 2019, serta penurunan pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.

Pada Januari—Juni 2020, lanjut Mardjoko, pemohon mengalami kerugian yang makin besar. Hal ini ditandai dengan adanya penurunan produksi, penjualan domestik, produktivitas, kapasitas terpakai, tenaga kerja, yang berakibat kerugian finansial dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019.

"Pihak yang berkepentingan diberikan kesempatan untuk menyampaikan tambahan informasi, tanggapan secara tertulis, dan atau permintaan dengar pendapat (hearing) yang berkaitan dengan penyelidikan dan kerugian," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: