Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bisakah Buat Vaksin dalam Waktu Singkat? Begini Penjelasan Ahli Virologi

Bisakah Buat Vaksin dalam Waktu Singkat? Begini Penjelasan Ahli Virologi Kredit Foto: Reuters/Anton Vaganov
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengetahuan tentang seluk-beluk vaksin memang bukan konsumsi orang awam selama ini. Teknologi, sumber daya, dan infrastrukturnya hanya diketahui segelintir orang, yakni peneliti dan produsen vaksin itu sendiri, serta komunitas ilmuan. Tidak pelak, hal ini menimbulkan keraguan di benak masyarakat: apakah mungkin dalam waktu singkat sebuah vaksin bisa diciptakan?

Demi menjawab keraguan tersebut, dalam acara Dialog Inspirasi bertajuk Tata Cara Penemuan Vaksin yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (2/10/2020), telah dihadirkan Prof. Ngurah Mahardika, Ahli Virologi Universitas Udayana yang mengetahui betul seluk-beluk pembuatan vaksin dari awal.

Baca Juga: Vaksinolog ke Masyarakat: Jangan Khawatir dengan Vaksinasi Covid-19

"Zaman dahulu tentu harus dapat agennya dulu yang murni. Setelah itu diperbanyak, dan kemudian baru disiapkan sebagai vaksin. Itu yang menempuh waktu yang lama," jelas Prof. Ngurah Mahardika.

Zaman sekarang, tegasnya, teknologi telah memungkinkan pembuatan vaksin dengan cepat. Tidak perlu lagi agen penyakit dan bisa dibuat sintetis. Zaman dahulu perlu waktu lama untuk menemukan bibitnya saja. "Zaman sekarang hanya perlu waktu satu dua bulan saja untuk menemukan bibitnya," terang Prof. Ngurah Mahardika.

Dalam pemaparannya, Prof. Ngurah Mahardika menyebutkan ada sedikitnya empat ragam vaksin yang dibedakan berdasarkan bahan dasarnya. Pertama yang berbasis virus murni yang dimatikan sehingga tidak berbahaya bagi manusia; Kedua yang berbasis DNA atau mRNA; Ketiga ada vaksin berbasis adenovirus; dan Keempat adalah vaksin berbasis protein. 

"Ragam basis vaksin ini punya kelebihan dan kekurangan tentunya, seperti vaksin berbasis virus yang dimatikan yang saat ini diujicobakan di Indonesia adalah jenis paling lazim sehingga regulasi penggunaanya jauh lebih ringkas. Sementara, vaksin berbasis DNA dan adenovirus memang belum ada contohnya yang beredar di masyarakat sehingga regulasinya memakan waktu lama," terangnya.

Meskipun teknologi mengakselerasi penemuan vaksin baru, faktor kunci yang tidak boleh dikesampingkan dalam prosedur adalah memastikan tingkat keamanannya. Pada dasarnya, peneliti dan pengembang vaksin tidak mengompromikan aspek kualitas, daya guna, dan keamanannya, termasuk keamanan vaksin Covid-19 yang nanti hendak ditemukan, harus terjamin.

"Untuk aspek keamanan ini dimulai sejak fase pre klinis, yang diujikan pada hewan, lalu Fase I yang melibatkan relawan manusia, Fase II yang melibatkan ratusan relawan, dan Fase III yang melibatkan ribuan relawan. Pada semua fase, aspek keamanan dan daya guna menjadi perhatian serius. Lebih-lebih pada Fase III, ketika melibatkan ribuan hingga puluhan ribu orang,' jelas Prof. Ngurah Mahardika.

Tidak sampai di situ, setelah beredar di masyarakat, vaksin akan terus dimonitor dan diaduit terus-menerus untuk memastikan keamanan vaksin yang beredar tersebut nantinya. Perlu diketahui juga, Indonesia sangat memungkinkan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri. Namun, kerja sama dalam masa pandemi Covid-19 seperti saat ini bukanlah hal yang tabu.

Kerja sama bertujuan untuk mendapatkan data berkualitas tinggi. Peneliti dan ilmuan di Indonesia juga membuka data-data kajian dalam negeri untuk memberi sumbangsih kepada keilmuan dunia dan menerima input positif dari peneliti luar negeri.

"Tanpa kerja sama saya kira kita mampu, tapi untuk mencapai kemajuan yang pesat dirasa perlu dengan jalan kerja sama antarnegara dan keilmuan dunia," tutup Prof. Ngurah Mahardika.

Selain kabar bahwa vaksin yang bisa ditemukan lebih cepat, kabar baik lain datang dari angka kesembuhan Covid-19 per 1 November 2020 yang terus meningkat. Rasio kesembuhan (recovery rate) dari seluruh total kasus Covid-19 mencapai 82,84%. Angka sembuh dan selesai dari isolasi meningkat dari minggu sebelumnya, yakni 80,51%. Kemudian, tracing dan testing per 1 November 2020 mencapai lebih dari 4,5 juta spesimen dan banyak di antaranya yang negatif. 

Perlu diingat, memakai masker, menjaga jarak minimal 1 meter, dan mencuci tangan dengan sabun, tetap merupakan cara pencegahan yang terbaik hingga saat ini. Kita perlu untuk terus disiplin mempraktikkan langkah 3M ini secara sepaket agar terhindar dari penyakit.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: