Iran Genjot Proses Uranium 12 Kali Lipat, Arab Saudi Minta Dunia Tegas
Iran sekarang menyimpan uranium yang diperkaya lebih dari 12 kali dari jumlah yang diperbolehkan berdasarkan perjanjian nuklir tahun 2015, kata Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
Menurut IAEA, stok uranium kadar rendah yang dimiliki Iran telah mencapai 2.442,9 kg bulan ini, padahal batas yang ditetapkan adalah 202.8 kg.
Baca Juga: Baru Lagi, Iran Beberkan Kota Bawah Tanah Rahasia Penyimpanan Rudal
Laporan tersebut sontak membuat Raja Salman dari Arab Saudi, rival Iran di kawasan, menyerukan agar masyarakat internasional "bersikap tegas" terhadap Iran.
Iran selama ini selalu menegaskan program nuklirnya hanya untuk tujuan-tujuan damai.
IAEA juga mengatakan penjelasan Iran tentang keberadaan materi nuklir di suatu lokasi yang namanya tidak disebutkan itu "tidak dapat dipercaya".
Penilaian itu dikeluarkan sesudah Duta Besar Iran untuk IAEA, Gharib Abadi, mengatakan "semua komentar yang buru-buru seharusnya dihindari", dan menambahkan: "Pendekatan sedang dijalin dengan tujuan merampungkan pemecahan atas masalah ini."
Apa isi laporan pengawas nuklir?
Dalam laporan terbaru yang diberikan kepada negara-negara anggota, Badan Tenaga Atom tidak merinci lokasi penemuan bahan nuklir di Iran.
Seorang sumber yang namanya tidak disebutkan mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa tidak ada indikasi lokasi yang dimaksud itu digunakan untuk memproses uranium, melainkan mungkin digunakan untuk menyimpan uranium.
Ditambahkan oleh IAEA, Iran terus melakukan pengayaan uranium hingga pada tingkat kemurnian 4,5% padahal ambang batas yang ditetapkan dalam perjanjian hanyalah 3,6%.
Pada tahap ini, badan pengawas nuklir itu masih menganalisis sampel yang diambil pada September dari dua bekas lokasi yang dicurigai digunakan untuk memproses nuklir.
Dua tempat itu dibuka bagi inspektur IAEA tahun ini.
Tahun lalu, Iran mulai melanggar perjanjian nuklir secara sengaja dan terang-terangan. Perjanjian tahun 2015 tersebut dibuat antara Iran dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat (AS).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: