Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Formappi Kritisi Rencana Revisi UU BPK: Ini untuk Kepentingan Elite Semata!

Formappi Kritisi Rencana Revisi UU BPK: Ini untuk Kepentingan Elite Semata! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai agenda revisi Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan secara terselubung ini menjadi modus utama pembahasan legislasi yang kontroversial belakangan ini.

“Saya melihat, agenda revisi UU BPK secara diam-diam ini lebih condong untuk mengamankan kepentingan elite semata, sementara kepentingan rakyat justru dipinggirkan,” ujar Peneliti Formappi, Lucius Karus di Jakarta, Jumat (20/11).

Berdasarkan informasi yang beredar, Ketua BPK, Agung Firman Sampurna dan Wakil Ketua Agus Joko Pramono menjadi inisiator revisi UU BPK ini. Bahkan keduanya, sudah bertemu Baleg DPR di Hotel Mulia Jakarta agar memasukkan agenda revisi UU BPK kedalam agenda Baleg DPR.

Baca Juga: Soal Rencana Revisi UU BPK, CBA: Saat Ini Tidak Terlalu Urgent!

Adapun empat point usulan revisi yakni batas usia menjadi anggota BPK ditulis 70 tahun, periodeisasi 2 kali seperti tertuang dalam UU BPK dihilangkan, anggota BPK dipilih secara collective collegial dan BPK boleh mengelola anggaran sendiri.

Menurut Lucius, usulan revisi UU BPK ini akan semakin merusak citra DPR karena DPR akan dianggap konsisten membentuk UU kontroversial yang justru menjadi biang kekacauan tata kelola pemerintahan. Bahkan politik legislasi DPR akan dinilai sebagai kedok untuk merusak tata kelola serta menjauhkan legislasi dari kepentingan publik atau rakyat.

“Sudah beberapa UU disahkan DPR periode ini yang kehadirannya selalu disambut kontroversi. Kontroversi lebih karena RUU yang disahkan DPR dinilai tidak berpihak kepada kepentingan rakyat,” ulasnya.

Karena itu, Lucius menentang keras revisi UU BPK ini. Pasalnya, agenda revisi ini sangat kental dengan kepentingan sepihak saja.Padahal, jika ingin merevisi, DPR harus melakukan proses sejak awal dengan membuka ruang diskusi untuk melihat persoalan-persoalan terkait kelembagaan BPK. Persoalan-persoalan itu harus disepakati terlebih dahulu sebelum memutuskan bagaimana pengaturan yang tepat.

Baca Juga: Negara Rugi Rp8,97 Triliun, BPK: Ada 13.567 Masalah

Strategi penyusunan agenda revisi diam-diam menjadi modus utama pembahasan legislasi yang kontroversial belakangan ini. “Dan karena sudah ada fenomena UU BPK mau direvisi atas inisiatif sepihak BPK dan dilakukan diam-diam, saya kira sudah harus ditolak sejak awal niat itu,” tegasnya.

Dia menilai, agenda revisi UU BPK ini hampir pasti tidak bertujuan untuk membenahi BPK tetapi justru mau merusak Lembaga auditor negara ini. “Ini (Revisi UU BPK-red), memang agenda pribadi. Itu yang lebih kelihatan. Dan karena pribadi maka kuncinya ada pada transaksi. Hanya transaksi yang bisa menjelaskan kepentingan pribadi ini bisa diterima oleh DPR dan Pemerintah,” ulasnya.

Karena revisi ini kental dengan agenda pribadi maka potensi usulan itu akan merusak BPK ke depannya menjadi sangat terbuka. “Kalau revisi ini disetujui, maka BPK bukan hanya akan menampung Jompo saja, tetapi sekaligus memperlihatkan ke depan BPK yang akan kian tumpul dan tidak independent,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: