Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bahasa Italia Dinobatkan Jadi Bahasa Paling Seksi di Dunia, Ini Alasannya

Bahasa Italia Dinobatkan Jadi Bahasa Paling Seksi di Dunia, Ini Alasannya Kredit Foto: Unsplash/Michele Bitteto
Warta Ekonomi, Washington -

Bahasa Italia dinobatkan sebagai bahasa paling seksi setelah dianggap terdengar paling mendebarkan ketika dua orang sedang mengobrol memakai bahasa itu.

Sedangkan bahasa Belanda dianggap sebagai bahasa yang paling tidak seksi. Para ahli mengatakan penelitian ini didasarkan pada reaksi orang-orang saat mendengarkan obrolan yang provokatif dalam dialek yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan platform e-learning global Preply yang meluncurkan bahasa yang paling mungkin menggoda, berdasarkan detak jantung peserta yang mendengarkan klip genit dalam berbagai bahasa sambil menganalisis denyut nadi mereka.

Bahasa yang menduduki peringkat teratas adalah bahasa Italia, dengan peserta mengalami peningkatan rata-rata 23 persen dalam detak jantung dari 65 denyut nadi per menit (bpm) menjadi 80 bpm. Disusul oleh Portugis dan Prancis, sementara Rusia dan Yunani juga masuk lima besar.

Sepertinya pria dan wanita paling tertarik dengan bahasa Italia. Namun, wanita tampaknya lebih kagum dengan bahasa Prancis dengan peningkatan 22 persen dalam bpm - sementara pria mengalami peningkatan 17 persen.

Penelitian menemukan orang yang mendengar orang yang berbicara bahasa Italia membuat denyut nadi mereka lebih banyak meningkat. Kemudian diikuti bahasa Portugis.

Adapun bahasa Belanda adalah bahasa yang paling tidak membuat peserta bersemangat. Saat mendengar bahasa ini, detak jantung hanya meningkat 12 persen, diikuti oleh bahasa Jerman dan Jepang dengan peningkatan 15 persen.

Sedangkan dari sisi gender, para pria diketahui kurang bersemangat saat mendengarkan orang berbicara bahasa Belanda. Hal ini diketahui dari peningkatan 8 persen denyut nadi per menit (bpm) yang dialami mereka. Lalu kaum hawa tidak tertarik dengan orang yang berbicara bahasa Jepang, dengan peningkatan sembilan persen.

Ahli bahasa dan penerjemah Aleksandra Stevanovic menjelaskan bahasa seperti bahasa Italia lebih menarik karena memiliki lebih sedikit konsonan yang ditumpuk bersama dan dianggap mudah untuk dinyanyikan, tidak seperti dialek yang dianggap non-musikal seperti bahasa Jerman.

Dia juga mengungkapkan cara membuat suara Anda terdengar lebih menggoda, apa pun bahasa asli Anda, yakni dengan menurunkan nada Anda dan berbicara lebih lambat.

Jadi mengapa bahasa tertentu kurang menggoda dibandingkan bahasa lainnya? Stevanovic menjelaskan bahasa yang mengikuti pola vokal-satu-konsonan, seperti bahasa Italia, dianggap lebih menarik.

“Bahasa dengan banyak konsonan yang ditumpuk bersama dalam apa yang disebut kelompok konsonan dianggap sebagai non-musikal. Jenis bahasa ini - yang mencakup bahasa Slavia dan Jerman - sering dianggap kurang menarik,” terangnya.

“Bahasa yang dianggap mudah untuk dinyanyikan seperti bahasa Italia mengikuti pola satu-vokal-satu-konsonan, jadi setiap suku kata diakhiri dengan vokal,” ungkapnya.

Ini terdengar musikal di telinga manusia, yang bisa dianggap lebih menarik,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala penerjemahan dan pelokalan di perusahaan pemasaran dan periklanan META, Jo Silverwood, juga mengklaim jika stereotip budaya tentang suatu negara bisa membuat bahasanya lebih atau kurang menarik.

“Sejauh ini salah satu bahasa paling dianggap menarik adalah bahasa Prancis. Je ne sais quoi yang membuatnya terdengar sangat menawan, tetapi apakah ini karena linguistik, atau alasan sosial dan budaya? Kami memiliki pandangan stereotip tentang Prancis dengan haute couture mereka yang bergaya, anggur berkualitas, dan landmark Parisienne yang romantis,” terangnya.

“Namun, fonem bahasa Prancis meniru suara serak yang telah kita sukai,” ujarnya.

Bahasa terseksi berdasarkan peningkatan denyut nadi:

Italia (23 persen)

Portugis(20 persen)

Prancis (18 persen)

Rusia (18 persen)

Yunani (18 persen)

China (17 persen)

Polandia (17 persen)

Jerman (15 persen)

Jepang (15 persen)

Korea (17 persen)

India (15 persen)

Belanda (12 persen)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: