Habib Rizieq Tertampar: Akhlaknya Kasar, Revolusi Jiwa Dulu, Hampir Sakit Jiwanya!
Baru-baru ini, perang kata antara Nikita Mirzani dan Ustaz Maaher At-Thuwailibi ikut dibahas Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) di atas panggung peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Sabtu (15/11/2020).
Meski HRS dalam pidatonya tidak secara spesifik menyebut nama Nikita Mirzani (NM), tapi banyak pihak yang meyakini jika kalimat itu ditujukan pada Nikita. "Ada lo*e hina habib. Pusing, pusing. Sampai lo*e ikutan ngomong, iyee..," kata Rizieq saat itu.
Ucapan ini masih menimbulkan pro kontra hingga saat ini. Salah satunya datang dari Bendahara Umum Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA), Camel Petir.
Baca Juga: Dituding Dewakan Habib Rizieq, PA 212: Islam Larang Kultuskan Seseorang!
Camel menyebut, seharusnya HRS lebih mengedepankan revolusi jiwa ketimbang revolusi akhlak. "Enggak mungkinlah HRS ini akan memperjuangkan revolusi akhlak, wong akhlaknya begitu, kasar. Harusnya dia revolusi jiwa dulu," tegas Camel, Selasa (24/11/2020).
Pedangdut ini melihat HRS harus memperbaiki dulu jiwanya. "Jiwanya hampir sakit," ucap pedangdut bernama asli Camelia Panduwinata Lubis ini.
Ia menilai, tak pantas jika ulama seperti Habib Rizieq melontarkan kata-kata kasar semacam itu. "Saya mengecam HRS berkata seperti itu. Menurut saya tidak pantas berkata seperti itu. Siapapun itu tidak pantas mengatakan itu. Apalagi di depan pengikutnya yang mengamininya," ujar Camel.
Ia pun bingung kenapa HRS bisa begitu, padahal HRS adalah tokoh agama yang seharusnya menjadi tauladan pengikutnya. "Walaupun NM itu bagaimana, tapi dia itu perempuan. Saya saja yang perempuan tidak suka jika beliau mengucapkan seperti itu. Miris kalau beliau sampai berkata seperti itu," imbuh Camel.
Kata dia, sebagai ulama yang baru pulang dari Tanah Suci, seharusnya kedatangannya berdampak positif, memberi contoh yang baik. Apalagi HRS mencanangkan revolusi ahlak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti