Tak dapat dimungkiri, tuduhan terhadap kelapa sawit dari aspek lingkungan cukup kompleks dan signifikan. Kehadiran kelapa sawit dianggap sebagai tanaman yang rakus dan boros air sehingga dapat menjadi ancaman bagi sumber air dan ketersediaan air suatu wilayah.
Dalam laporan PASPI Monitor dituliskan, "untuk melihat apakah suatu tanaman rakus air atau tidak tentu dengan melihat seberapa banyak air dibutuhkan oleh suatu tanaman untuk tumbuh dan berproduksi secara normal, salah satu pendekatan yang dapat digunakan yaitu nilai evapotranspirasi. Selain itu, penggunaan air oleh tanaman (termasuk kelapa sawit) juga dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan water footprint."
Konsep water footprint digunakan untuk menghitung volume air yang digunakan untuk mendapatkan satu ton tandan buah segar (TBS). Dalam perhitungannya, sumber air yang dikonsumsi oleh tanaman terbagi menjadi tiga, yaitu: (a) blue water yang mengacu pada air permukaan dan air tanah (evaporasi); (b) green water yang mengacu pada air hujan; dan (c) grey water mengacu pada kebutuhan air yang diperlukan untuk mengasimilasi polutan berdasarkan standar kualitas air eksisting, di mana grey water juga dijadikan sebagai indikator dari volume polusi air.
Baca Juga: Ketua DMSI Beberkan Bukti Sawit Penyumbang Devisa dan Tenaga Kerja
Mengacu hal tersebut, penelitian Makonnen dan Hoekstra (2010) menemukan, water footprint pada tanaman kelapa sawit hanya 2 persen atau sebesar 1,097 m3 per ton, yang terdiri dari green water sebesar 96 persen dan grey water sebesar 4 persen.
Sementara itu, water footprint pada komoditas minyak nabati lainnya lebih tinggi dibandingkan minyak sawit seperti rapeseed sebesar 2,270 m3 per ton (75 persen green water, 10 persen blue water, dan 15 persen grey water) dan kedelai sebesar 2,144 m3 per ton (95 persen green water, 3 persen blue water, dan 2 persen grey water).
"Fakta tersebut juga menjadi counter atas isu dan opini yang menuduh tanaman kelapa sawit sebagai tanaman yang boros air, mengancam sumber air tanah, dan menyebabkan kekeringan. Selain itu, pengaitan isu kekeringan dengan perkebunan sawit tidaklah berdasar sesuai dengan fakta yang valid dan hanya menjadi isu yang sengaja dibuat oleh pihak antisawit untuk merusak citra sawit dan menghambat pengembangan perkebunan sawit baik di daerah maupun pasar domestik dan internasional," seperti dilansir dari laporan PASPI Monitor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: